REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB) menginginkan jaminan halal jangan dimonopoli satu lembaga. Harus ada keterlibatan banyak pihak agar pemantauan halal lebih maksimal.
“Kami mendorong RUU ini disahkan agar melibatkan ormas Islam,” jelas Sekretaris Fraksi PKB, M Hanif Dhakiri, kepada Republika, Senin (3/3). Menurutnya, keterlibatan ormas Islam sangat penting dalam membahas RUU ini, karena merekalah yang mengerti persoalan hukum Islam dan asalnya.
Jaminan halal sangat berkaitan dengan khazanah keislaman, yaitu Fikih dan Ushul Fikih. “Ulama yang ada dalam Ormas Islam sudah menguasai itu semua,” imbuhnya. Akan sangat salah jika jaminan halal hanya diurus oleh sejumlah pihak yang tidak mengerti soal keislaman.
Dari awal, pihaknya selalu menyuarakan pentingnya keterlibatan banyak pihak dalam mengurus sertifikasi halal. Ormas Islam seperti NU dan Muhammadiyah memiliki badan halal sendiri. Ormas ini, menurutnya, sejak dulu menjadi acuan dalam menyepakati, apakah sebuah produk halal atau tidak. Keberadaan RUU JPH, diharapkannya tidak mengancam eksistensi mereka.
Kepastian halal atau haram suatu produk kembali mencuat belakangan ini. Salah satu pertanyaan yang mencuat adalah, bagaimana perkembangan pembahasan RUU Jaminan Produk Halal? Setelah delapan tahun dibahas, ternyata belum mengalami perkembangan.
RUU Jaminan Produk Halal adalah inisiatif DPR yang pertama kali muncul pada 2006. Pembahasan saat itu tidak selesai masih banyaknya perbedaan pendapat seputar siapa yang paling berwenang mengurus sertifikat halal antara MUI dan Kemenag.
RUU ini kembali diajukan sebagai inisiatif baru oleh DPR pada 2011 lalu. Pembahasan RUU JPH yang lama tidak lagi berlaku, karena tidak ada konsep pewarisan RUU yang tak selesai di program legislasi nasional periode sebelumnya. Pembahasan berjalan lama, karena draf usulan pemerintah baru masuk ke DPR pada 2 Desember 2013. Pembahasan RUU Jaminan Produk melibatkan Kementerian Agama, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Perdagangan, BPOM, dan Kementerian Pertanian.