Rabu 05 Mar 2014 08:04 WIB

Dokter Tolak Sanksi Pidana, Ada Apa?

Rep: Andi Mohammad Ikhbal/ Red: Bilal Ramadhan
Sejumlah dokter melakukan aksi solidaritas tolak kriminalisasi dokter di kawasan Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Rabu (27/11).  (Republika/Tahta Aidilla)
Sejumlah dokter melakukan aksi solidaritas tolak kriminalisasi dokter di kawasan Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Rabu (27/11). (Republika/Tahta Aidilla)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Mahkamah Konstitusi akan menggelar sidang uji materi ketentuan pelaporan dugaan pidana terhadap dokter dalam Undang-undang Kedokteran. Sidang perdana tersebut digelar pada Rabu (5/3) siang pukul 13.30 WIB.

Lima perwakilan dokter dari Dokter Indonesia Bersatu (DIB) telah mendaftarkan permohonannya sejak Rabu (29/1) lalu. Aturan yang menjadi soal adalah Pasal 66 Ayat (3) UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.

Ketentuan tersebut mengatur, setiap orang berhak melaporkan dugaan tindak pidana melalui kepolisian atau gugatan ke pengadilan. Padahal, kasus tersebut dinilai bisa berlanjut ke pengadilan setelah terbukti di Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran.

Pemohon uji materi tersebut, dr. Yadi Permana mengatakan, permohonan uji materi diajukan agar ada kepastian hukum ketika dokter memberikan layanan kesehatan. Pasal 66 Ayat (3) dinilai memiliki interpretasi luas, khususnya tindakan yang dianggap punya unsur pidana.

"Akibatnya, dokter menjadi takut dalam memberikan pelayanan medis," ujar dia ketika mendaftarkan uji materi.

Menurutnya, tindakan kedokteran dapat dibawa ke ranah hukum bila mengandung unsur kesengajaan, kelalaian nyata dan melanggar hukum. Seperti menghentikan suatu kehamilan atau tertinggalnya peralatan medis di dalam tubuh pasien.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement