REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Terdakwa dugaan korupsi pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) kepada Bank Century dan penetapan bank tersebut sebagai bank gagal berdampak sistemik, Budi Mulya menyatakan bahwa Gubernur Bank Indonesia (BI) dan jajarannya tidak dapat dihukum karena mengambil keputusan.
"Berdasarkan pasal 45 UU BI, Gubernur, Deputi Gubernur Senior, Deputi Gubernur dan/atau pejabat Bank Indonesia tidak dapat dihukum karena telah mengambil keputusan atau kebijakan yang sejalan dengan tugas dan wewenangannya sebagaimana dimaksud dalam UU ini sepanjang dilakukan dengan itikad baik," kata tim kuasa hukum Budi Mulya yang dipimpin Luhut MP Pangaribuan dalam sidang pembacaan nota keberatan (eksepsi) di pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (13/3).
"Perubahan Peraturan BI mengenai FPJP bukanlah perbuatan dari terdakwa sendiri selaku seorang anggota Dewan Gubernur, melainkan diambil dari putusan Rapat Dewan Gubernur yang merupakan forum tertinggi dalam mekanisme pengambilan keputusan di BI yang dihadiri seluruh Dewan Gubernur, karenanya siapa pihak yang bertanggung jawab dalam pemberian FPJP maka hal tersebut kabur," ungkap Luhut.
Budi dalam dakwaan juga disebut mendapatkan satu lembar bilyet giro Bank Century dengan nominal Rp 1 miliar dari Robert Tantular pada Juli 2008 sebelum dikeluarkannya FPJP dan bantuan modal ke Bank Century.
"Terdakwa tidak menerima uang begitu saja (uang itu) tapi berdasarkan suatu perjanian perdata yang waktunya berbeda, kemudian adanya perjanjian dengan keputusan pemberian FPJP dikatakan punya hubungan kasualitas dan berlanjut menjadi sangat kabur bila dihubungkan dengan riwayat hidup dari terdakwa Budi Mulya. Tidak mungkin bagi terdakwa yang bertugas dalam bidang operasi moneter mengetahui kondisi bank untuk memiliki kesatuan kehendak dengan Robert Tantular," tambah Luhut.
Menurut Luhut setidaknya ada lima kesimpulan dari keberatannya terhadap surat dakwaan. "Perbuatan yang didakwaan sebagai melawan hukum atau penyalahgunaan wewenang berdasarkan sejumlah aturan bukanlah mengatur perbuatan terdakwa tetap perbuatan BI berupa kebijakan secara institusi, bukan Deputi Gubernur bidang Pengelolaan Moneter Devisa secara spesifik," ungkap Luhut.
Artinya bila aturan mengenai BI tersebut dinyatakan sebagai tindak pidana korupsi, maka kebijakan BI selaku bank sentral yang diatur dalam UU dinyatakan sebagai perbuatan kriminal.