REPUBLIKA.CO.ID, Ia sangat sepakat jika penanaman nilai agama itu tidak hanya sebatas teori saja. Tetapi, para orang tua dan pendidik di negeri ini hendaknya dapat memberikan teladan kepada yang lebih muda.
Ia sangat setuju dengan ide agar dilakukan tes kewarasan kepada para pejabat publik yang notabene harusnya menjadi teladan masyarakat.
Melihat maraknya korupsi yang terjadi di negeri ini, Anggraeni mengatakan, para pejabat publik itu justru telah gagal untuk memberikan teladannya kepada semua masyarakat.
“Jadi, daripada melakukan tes keperawanan kepada pelajar, lebih baik dilakukan tes kewarasan saja kepada para pejabat publik yang masih suka melakukan korupsi. Itu jauh lebih penting,” ujarnya.
Selain itu, Gorbiyan Khurmaini, Ketua Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) cabang Universitas Al Azhar Jakarta, menganggap tes keperawanan ini sangat diperlukan. Ia melihat pergaulan bebas yang sudah semakin tidak terkontrol di kalangan remaja perlu segera diatur.
“Salah satunya mungkin bisa dilakukan dengan tes keperawanan. Jadi, bagi mereka yang masih perawan akan muncul kesadaran supaya mereka bisa menjaganya sampai jenjang pernikahan resmi,” katanya.
Gorby mengatakan, dengan dilakukannya tes keperawanan itu tentu akan bisa diketahui siapa saja pelajar yang telah melakukan pelanggaran norma agama dan sosial. Dikotomi antara pelajar yang perawan dan tidak perawan. Meski, diakuinya memang akan menjadi konflik.
“Tetapi, itu hanya terjadi dalam jangka pendek saja. Untuk jangka panjang, hal semacam ini tentunya akan bisa memberikan efek jera sekaligus mengurangi angka pergaulan bebas yang semakin besar di kalangan generasi muda kita,” ujar mahasiswa teknik elektro ini.
Selain dilakukan tes keperawanan, Gorby mengatakan, perlunya para pendidik menanamkan secara kontinu nilai agama secara integral dalam materi pendidikannya.
“Jadi, jangan dibiarkan mereka yang sudah tidak perawan itu. Justru, di sinilah perlunya proses pendampingan dan penanaman nilai agama kepada mereka (yang tidak lagi perawan),” ujarnya.