REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PDIP menduga ada sejumlah pihak khawatir peta politik di Banten bergeser. Kekhawatiran itu diwujudkan dengan menyeret kadernya, Rano Karno, kedalam skandal korupsi petinggi Banten.
Wasekjen PDIP, Hasto Kristianto, menyatakan biarlah proses hukum membuktikan. Pihaknya menyadari berdasarkan peta politik tahun 2009, Banten merupakan basis Golkar. Namun dari pengalaman tahun 1999 dan didorong oleh gerakan arus bawah pasca pencapresan Jokowi, maka ada yang khawatir terjadinya perubahan peta politik di Banten.
"Nah penyebutan Rano Karno tidak terlepas dari kecenderungan perubahan peta politik itu," jelasnya, kepada Republika, Jumat (4/4). Selain itu ada pihak yang tidak menginginkan Si Doel naik menjadi gubernur. Dalam era demokrasi liberal, hal tersebut mungkin dianggap kewajaran.
Namun bagi PDIP, berbagai upaya tersebut tidak akan menyurutkan langkah dalam menyongsong gerakan arus bawah di Banten. "Masyarakat disana menginginkan adanya perombakan tatanan kekuasaan," jelasnya.
Masyarakat disana tidak menginginkan kekuasaan yangg penuh dengan hubungan kekeluargaan dan eksploitatif dalam memanfaatkan APBD. Semangat rakyat yang menginginkan perubahan ini membuat pihaknya tetap tenang dan tidak perlu menanggapi berbagai serangan. "Biarlah Mata hati keadilan yg berbicara," imbuhnya.
Sikap ini, jelas Hasto, dicocokkan saja melalui PPATK. "Itu dari aspek ada tidaknya transfer," jelasnya. Pihaknya meminta KPK mengorek keterangan ke PPATK terkait ada atau tidaknya transfer dari pihak Wawan ke Rano Karno.
Pada saat pilkada yang sangat liberal ini, DPP Partai memang mencatat pemilukada membawa implikasi mobilisasi sumber daya, termasuk dana untuk pelatihan dan menggerakkan saksi. Hanya semangat gotong royonglah yg membuat Calon yang diusungnya tidak terjebak pada penggunaan sumber daya yang berlebihan.
Pad saat pemilukada, DPP menegakkan kesepakatan tidak ada dana yang diterima dari Atut. Ketika saat itu Atut menanyakan tentang partisipasi dana untuk PDIP, saat itu pihak PDIP menyampaikaan, sudah ada Rano Karno sebagai representasi partai. "Kami memberikan komitmen untuk menggerakkan seluruh jajaran partai dengan cara gotong royong," imbuhnya. Sekiranya Atut akan ikut bergotong royong, DPP menyarankan langsung saja di lapangan dalam bentuk atribut.