REPUBLIKA.CO.ID, BANDARLAMPUNG -- Koordinator Data dan Informasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Ahmad Taufik, di Bandarlampung, Minggu, mengungkapkan adanya selisih transfer pembiayaan pengelolaan sumber daya alam kehutanan dengan realisasinya.
"Terdapat perbedaan pencatatan antara pusat dan daerah. Pencatatan Rp1.000 ketika sampai harusnya tetap Rp1.000, tapi faktanya ada perbedaan, dan saat saya tanya banyak Dinas Kehutanan menyatakan tidak tahu," katanya pada Training Pewartaan Transparansi Kelola Kehutanan di Lampung 2014, di Bandarlampung, Minggu.
Pada kegiatan diselenggarakan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandarlampung bekerja sama dengan Keluarga Pecinta Alam dan Lingkungan Hidup (Watala), The United States Agency for International Development (USAID), dan World Wildlife Fund (WWF) Lampung, 5-6 April 2014, Taufik mengatakan persoalan alih fungsi dan pinjam pakai areal kehutanan merupakan hal yang berbedea.
"Banyak alih fungsi hutan ke perkebunan, hutan jadi kebun sawit contohnya, tapi ada juga yang pinjam pakai, itu dua hal yang berbeda. Alih fungsi membuat kawasan hutan berkurang, sehingga menyebabkan satwa-satwa liar di dalamnya keluar karena terganggu habitatnya," katanya pula.
Undang Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) menegaskan dokumen anggaran bukanlah rahasia.
Tapi, menurut Taufik, implementasi hal itu belum diwujudkan oleh badan publik.
"Ada badan publik yang diminta baru mempublikasikan mengenai anggarannya, semestinya tidak seperti itu sesuai ketentuan UU KIP," kata dia lagi.
Karena itu, peluang advokasi bersama agar anggaran pada masing-masing sektor bisa dipublikasikan untuk menunjukkan transparansi kebijakan dan anggaran yang berjalan sesuai ketentuan.