REPUBLIKA.CO.ID, NAYPYIDAW -- Negara Asean masih menghadapi masalah ancaman pelarian modal terkait kebijakan moneter di Amerika Serikat (AS). Selain masalah penghentian pembelian obligasi (tapering) oleh the Fed, ekonomi Asean terancam kebijakan kenaikan bunga.
Para menteri keuangan ke-10 negara ASEAN mengungkapkan pelarian modal kemungkinan masih akan terjadi pada masa mendatang. Sejumlah negara Asean, termasuk Indonesia, mengalami guncangan hebat atas keluarnya modal dari pasar uang dan saham.
Namun, Asean berkeyakinan mampu mengatasi persoalan tersebut. "Outlook ekonomi kita masih kuat, ditopang oleh permintaan domestik terutama dari investasi dan konsumsi publik," demikian pernyataan ke-10 menteri keuangan Asean pada pertemuan di Naypidaw, Myanmar, Ahad (6/4).
Para menteri keuangan ini berkumpul di Myanmar untuk membicarkan persoalan dan tantangan ekonomi regional. Pertemuan digelar bersamaan dengan Spring Meeting Dana Moneter Internasional (IMF) di Washington, AS.
Dalam pernyataannya, para menteri keuangan ASEAN menegaskan, sudah berada di jalan yang benar dalam meminimalkan risiko yang muncul. Koordinasi antarnegara Asean menjadi kunci dalam mengendalikan masalah pelarian modal tersebut.
AS memutuskan kebijakan untuk menghentikan tapering dan menetapkan naiknya suku bunga perbankan. Kedua hal ini dikhawatirkann menimbulkan gejolak bergeraknya investasi portofolio ke negara maju, dalam hal ini AS. Uang yang selama ini bergerak di emerging markets akan kembali ke AS.
Masalah ini yang kemudian menyebabkan fluktuasi mata uang di banyak negara, termasuk di Indonesia. Rupiah menjadi mata uang yang terdepresiasi tinggi akibat pelarian modal tersebut.