REPUBLIKA.CO.ID, ALJIER-- Rakyat Aljazair akan memberikan suara mereka dalam pemilihan presiden Kamis dengan Abdelaziz Bouteflika, yang telah memerintah negara kaya minyak di Afrika Utara itu selama 15 tahun, sebagai calon kuat untuk terpilih kembali walaupun ia menghadapi masalah kesehatan yang kronis.
Presiden yang berusia 77 tahun itu tak mengikuti kampanye, terlihat lemah dan di beberapa kesempatan ia jarang muncul di depan umum sejak menderita stroke ringan tahun lalu. Kendati menjalani perawatan rehabilitasi dan jaminan dari mantan dari Perdana Menteri Abdelmalek Sellal, yang memimpin kampanye pilpres, bahwa ia "membaik hari demi hari", banyak meragukan apakah Bouteflika sehat untuk melanjutkan masa tugasnya selama lima tahun lagi.
Kelompok protes pemuda, Barakat (Cukup), dibentuk hanya dua bulan lalu khususnya untuk menentang usaha presiden itu untuk berkuasa lagi untuk keempat kali, sementara koalisi partai-partai oposisi, termasuk Gerakan Islam bagi Masyarakat damai (MSP) menyerukan boikot Pilres.
Sejumlah pawai telah diganggu selama pekan lalu, di antaranya oleh para pengunjuk rasa Berber yang menyerukan rakyat Aljazair menolak pemungutan suara tersebut. Pilpres itu juga terjadi di tengah-tengah pertanyaan-pertanyaan yang tak yang terjawab mengenai posisi tenetara yang kuat, di satu negara yang para elit militernya sering dipandang pembuat keputusan sesungguhnya, dan dengan isyarat-isyarat bahwa para pemimpinnya terpecah.
Kepala badan intelejen militer DRS Jenderal General Mohamed "Tewfik" Mediene, yang telah menjadi kekuatan tersembunyi dalam politik Aljazair selama bertahun-tahun, dipandang menentang usaha Bouteflika untuk menjadi presiden keempat kali.
Tapi Panglima Angkatan Darat Ahmed Gaid Salah masih merupakan sekutu kunci presiden yang sakit-sakitan itu, dan mendukung usaha untuk terpilih kembali, demikian komentar harian Al Watan pada Jumat. Pada Februari, seorang jenderal purnawirawan mendesak Bouteflika untuk mundur "dengan hormat," dengan mengatakan dalam satu wawancara dengan Al Watan bahwa dia berbicara atas nama yang lain di angkatan bersenjata, "karena kami tak bisa membiarkan situasi ini berlanjut."
Walaupun sering mendapat kecaman yang diarahkan jkepadanya di media independen, Bouteflika masih sosok pemimpin yang populer bagi banyak rakyat Aljazair, khususnya membantu mengakhiri perang saudara pada 1990-an.