REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Terdakwa perkara korupsi, mantan Kepala Satuan Kerja Khusus (SKK) Minyak dan Gas (Migas), Rudi Rubiandini mengaku dijebak banyak pihak. Kata dia, rotasi pejabat tinggi di internal SKK Migas yang dilakukan olehnya, sebagai awal rencana melengserkan dia, dari pimpinan pada SKK Migas.
"Akibat adanya perubahan organisasi, serta mutasi personel yang saya lakukan, terasa reaksi (tidak suka terhadap Rudi)dari luar dan dalam instansi," ujar Rudi, dalam nota pembelaannya (pledoi) di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor), Jakarta, Selasa (15/4).
Rudi menambahkan reaksi tidak suka paling terasa adalah dari Lambok Hutahuruk dan Ahmad Muchtasyar. Diterangkan dia, Lambok semula menjabat di Deputi Hukum dan Pengawasan, ketika SKK Migas masih bernama BP Migas. Rudi, merotasi Lambok menjadi tenaga ahli.
Dan Ahmad, itu sebagai Divisi Pengadaan Rantai Suplay, menjadi Menejer Projek. Rotasi pejabat SKK Migas pada 18 Februari 2013 tersebut, dijelaskan Rudi, untuk mengembali-kan posisi penjualan minyak dan gas bumi bagian negara, di bawah Deputi Komersial SKK Migas.
Sebelum dia menjabat kepala SKK Migas, dikatakan Rudi penjualan minyak dan gas bumi bagian negara itu, berada pada kewenangan Kepala BP Migas. Namun, dinilai Rudi, perombakan dan rotasi itu mendapat perlawanan dari Lambok dan Ahmad.
"Saya mendapat informasi penempatan Lambok di BP Migas (SKK Migas) adalah untuk mengawasi kinerja BP Migas yang akan dinilai baik oleh KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi)," ujar Rudi. Diungkap Rudi, Lambok juga adalah eks Direktur Gratifikasi di KPK, yang 'dipecat' lantaran tidak 'becus' bekerja.
Rudi menjelaskan, usai rotasi pejabat di SKK Migas, dia juga mengubah kebijakan pengembalian spesifikasi angkutan minyak dan gas bumi (Accomodation Work Barge - AWB) di K3S, dari semula 2.000 (aturan BP Migas) menjadi 1.400 meter kubik.
Rudi beralasan, pengembalian AWB tersebut, lantaran para sub-kontraktor pengangkutan protes, karena tak lagi bisa ikut tender pengangkutan. Lagi pun, dikatakan dia, dengan kebijakan itu memungkinkan efisiensi pengeluaran negara sebanyak Rp 50 sampai Rp 60 miliar.
Akan tetapi, lanjutnya, pengembalian spesifikasi AWB itu, membawa persoalan lain. Dikatakan dia, pengubahan itu membuat dirinya semakin terang terancam. "Ada perusahaan yang didukung oknum pimpinan di DPR Komisi VII, sehingga itu mengancam akan menurunkan (jabatan) saya sebagai Kepala SKK Migas, paling lambat Oktober 2013," ujar Rudi.
Lebih jauh Rudi menerangkan, ancaman itu terungkap dalam tiap rapat dengar pendapat (RDP) di Komisi VII. "Komisi VII DPR, mengancam akan menggantikan saya dengan Yohanes Widjanarko (saat ini pelaksana tugas SKK Migas)," terang dia.
Masih dalam pledoinya, berbagai kebijakan pembenahan di SKK Migas tersebut, dinilai dia mulai memunculkan usaha di dalam dan di luar SKK Migas untuk 'mencampakkan' dirinya. Upaya itu, dikatakan dia, dengan banyaknya pemberian hadiah atau yang diistilahkan olehnya sebagai 'godaan gratifikasi'.
Rudi dituntut pidana penjara selama 10 tahun dan denda Rp 250 juta subsider tiga bulan kurungan. KPK menuduh Rudi menerima hadiah dan janji, berupa uang sebesar 200 ribu dolar Singapura, 900 ribu dolar Amerika Serikat (AS) dari Bos PT Kernel Oil Pte. Ltd, Singapura, dan Fossus Energy Widodo Ratanachaitong.