REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bali, Ni Luh Gede Yastini, mempertanyakan sistem penanganan kekerasan pada anak di Indonesia. Dia menilai sistem penanganan itu malah belum jelas.
"Misalnya lembaga mana yang bertanggungjawab dalam menangani kasus tersebut, seringkali korban kekerasan malahan seperti 'dipimpong'," kata Yastini di Denpasar, Bali, Rabu (14/5) saat menjadi pembicara dalam diskusi publik dengan tema “Bali Melawan Kekerasan Terhadap Anak”.
Yastini mengatakan kekerasan pada anak marak terjadi karena ketidakmengertian masyarakat terhadap hukum dan pola pengasuhan anak.
Dia juga menyoroti ranperda perlindungan anak yang terkesan copy paste dari Undang-Undang Perlindungan anak. Akibat copy paste, substansi penangananya tidak masuk.
Begitu juga substansi peran setiap orang dalam melakukan perlindungan terhadap anak dari kekerasan belum mengenai substansinya.
"Ranperda yang dibutuhkan adalah yang implementatif, tidak hanya menjadi 'macan kertas',” kata Yastini.