REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Kepolisian Daerah Bali akan melakukan asistensi dan supervisi terkait pengungkapan kembali kasus pembunuhan mahasiswi STIKES Bali, Dewa Ayu Agung Diah Cahyani pada 7 September 2010.
"Pengaduan sudah diterima dan kami akan melakukan pendalaman melalui asistensi dan supervisi ke Polresta Denpasar," kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Bali, Komisaris Besar Refi Frinadi di Denpasar, Rabu.
Menurut dia, Polda Bali telah menindaklanjuti hal tersebut ke penyidik Polresta Denpasar yang dilakukan Bidang Pengawasan Penyidikan.
Dia menjelaskan pihaknya harus mendalami bukti baru berupa surat pengakuan yang ditandatangani terpidana pembunuhan yakni Wayan Budi alias Panjul serta sejumlah foto orang yang disangkakan menjadi aktor dibalik kasus pembunuhan yang diserahkan oleh orangtua korban yakni Dewa Supartha.
"Kami tidak bisa langsung tangkap dan periksa dia (orang yang disangkakan). Polisi harus yakin dahulu. Kami sedang dalami kembali," ujarnya.
Lebih lanjut Refi mengungkapkan bahwa laporan baru yang dibuat oleh ayah korban tidak bisa digunakan karena laporan lama yang akan dikembangkan berdasarkan pengakuan pelaku yang sekarang telah menjalani vonis seumur hidup dan mendekam di Rumah Tahanan Negara di Jembrana.
Pihaknya dalam waktu dekat akan melakukan gelar perkara terkait kasus itu namun hal itu tergantung hasil asistensi kepada Polresta Denpasar termasuk mengambil berita acara pemeriksaan (BAP) terpidana, Panjul.
Sebelumnya pihak keluarga korban melalui sang ayah, Dewa Supartha mendatangi Markas Polda Bali pada Rabu pagi untuk memberikan keterangan awal kepada Refi, atas rekomendasi dari Mabes Polri.
Dia mengaku bahwa 12 Mei 2014, pihaknya telah mendatangi Mabes Polri untuk menindaklanjuti perkembangan kasus yang menimpa putrinya tersebut.
Orangtua korban sebelumnya mempertanyakan kelanjutan pengaduan kasus pembunuhan yang sempat menghebohkan publik pada akhir 2010 yang saat ini ditangani oleh Polresta Denpasar meskipun polisi, kata dia, telah melakukan penyidikan dengan memeriksa empat orang saksi termasuk dirinya dan salah satu pejabat di Rutan Negara.
Pihak keluarga kemudian menyurati sejumlah instansi untuk memberikan dorongan kepada pihak terkait untuk mengungkap aktor dibalik kasus pembunuhan itu.
Instansi tersebut di antaranya Mabes Polri, Komisi Kepolisian Nasional, Ombudsman di Jakarta, hingga DPR RI.
"Kami yakin masih ada tiga orang yang belum tersentuh polisi. Saya percayakan sepenuhnya kepada pihak kepolisian," ujar Supartha yang juga Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Bangli itu.
Bahkan dari penuturannya, pelaku Panjul hanya menusuk satu kali bagian leher korban. Sedangkan orang yang memerintahkan untuk membunuh anaknya itu menusuk sebanyak delapan kali.
Sebelumnya Dewa Supartha mengaku telah 11 kali mendatangi Rutan Negara di Jembrana salah satunya mengambil surat pernyataan dari Panjul yang mengaku menjadi pembunuh bayar dengan upah Rp50 juta oleh seseorang.
"Tetapi dia baru diberi imbalan Rp200 ribu," imbuhnya.
Selain membuat pernyataan yang berisi nama aktor yang diduga berada dibalik tewasnya anaknya itu, ia juga menyertakan sejumlah foto orang yang disangkakan menjadi aktor intelektual pembunuhan itu.
"Awalnya kasus itu kami duga perampokan biasa. Tetapi motif pembunuhan tersebut adalah dendam kepada saya dan anak kami yang menjadi korbannya," ujar Dewa Supartha.