Senin 16 Jun 2014 14:25 WIB

MK Gelar Uji Materi Soal Sebaran Pemenang Pilpres

Red: Taufik Rachman
Gedung Mahkamah Konstitusi
Foto: Amin Madani/Republika
Gedung Mahkamah Konstitusi

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang tiga permohonan pengujian Pasal 159 ayat (1) UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) yang mengatur ketentuan syarat sebaran pemenang Pilpres, Senin.

Sidang panel dengan agenda pemeriksaan pendahuluan yang dipimpin oleh Wakil Ketua MK Arief Hidayat didampingi Hakim Konstitusi Muhammad Alim dan Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams.

Ketiga pemohon yang menguji Pasal 159 ayat (1) UU Pilpres adalah Andi Asrun dan kawan-kawan yang tergabung dalam Forum Pengacara Konstitusi, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) serta perseorangan atas nama Sunggul Hamonangan Sirait, dan Haposan Situmorang.

Para pemohon ini meminta MK menyatakan ketentuan Pasal 159 ayat (1) UU Pilpres menimbulkan ketidakpastian tafsir tafsir akibat ketidakjelasan target penerapannya.

Bunyi lengkap Pasal 159 ayat (1) UU Pilpres: "Pasangan Calon terpilih adalah Pasangan Calon yang memperoleh suara lebih dari 50 persen dari jumlah suara dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dengan sedikitnya 20 persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia".

Menurut pemohon, ketentuan ini tidak diketahui jumlah pasangan calon karena pengertian pasangan calon terpilih dilekatkan syarat yang limitative, yakni harus memperoleh suara lebih 50 persen dan sedikitnya 20 persen suara disetiap provinsi yang tersebar di setengah jumlah provinsi di Indonesia.

Namun dalam realistis politik pada tahun ini hanya dua pasangan calon presiden dan wakil presiden yang akan bertarung pada 9 Juli 2014 mendatang.

Jika tidak ada tafsir, pemohon khawatir pelaksanaan Pilpres 2014 maka kedua pasangan capres yang sama akan kembali bertarung kembali (dua putaran), karena tidak memenuhi syarat sebaran tersebut.

Dengan adanya pelaksanaan Pilpres dua putaran dengan peserta yang sama maka akan mengakibatkan pemborosan keuangan negara serta ketidakstabilan politik.

Untuk itu ketentuan Pasal 159 ayat (1) UU Pilpres tidak menimbulkan multitafsir sudah saat dan seharusnya diberikan makna atau tafsir baru oleh MK untuk tidak diberlakukan untuk Pilpres dengan dua pasangan.

Sehingga bunyi lengkap Pasal 159 ayat (1) UU Pilpres menjadi "Pasangan Calon terpilih adalah Pasangan Calon yang memperoleh suara lebih dari 50 persen dari jumlah suara dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dengan sedikitnya 20 persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia, dan tidak diberlakukan untuk Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dengan dua pasangan calon presiden dan wakil presiden".

Menanggapi permohonan ini, Ketua Panel Arief Hidayat meminta para pemohon lebih mempertajam alasan permohonan agar lebih meyakinkan para hakim.

Arief meminta alasan permohonan ini tidak hanya berdasarkan "original inten" UU yang sempit saja, tetapi juga dimasukan alasan bahwa presiden tidak didukung masyarakat dari Sabang sampai Merauke, tetapi juga memperhatikan letak geografis.

Wakil ketua MK ini juga mencantumkan alasan untuk dua pasangan harus dihindari putaran kedua karena pemborosan anggaran yang seharusnya bisa digunakan untuk kepentingan nasional lainnya.

Untuk itu, majelis panel menyarankan para pemohon memperbaiki permohonannya dan secepatnya diserahkan karena sidang perbaikan permohonan dilaksanakan Rabu (18/6) mendatang.

Atas saran ini para pemohon siap memperbaiki permohonannya dan akan segera menyerahkan ke mahkamah.

"Kami berprinsip lebih cepat lebih baik. Pada siang ini kami akan perbaiki beserta mengajukan daftar bukti dan saksi sebelum kantor ini (MK) tutup," tegas Asrun.

Asrun mengatakan pihaknya akan mengajukan ahli Mantan Hakim MK Natabaya dan Haryono untuk memperkuat permohonannya.

Sedangkan pihak Perludem akan mengajukan ahli Saldi, sementara pemohon belum bisa memastikan ahli yang diajukan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement