REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Sidang perdana pembuktian materi persidangan kasus Hambalang terungkap adanya lima bon sementara yang dikeluarkan pemenang tender proyek Hambalang, PT Adhi Karya (AK).
Meski dikatakan saksi, eks Manajer Marketing PT AK, Arief Taufiqurahman, lima bon dengan nilai uang mencapai Rp 2,010 miliar itu diberikan untuk Anas, namun fakta dari jalannya persidangan berkata lain. Terungkap, uang tersebut tidak pernah diberikan langsung ke tangan Anas. Hal inilah yang menurut ormas besutan Anas, Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI) tampak janggal.
“Arief ini sengaja membangun konstruksi peran Anas untuk PT AK, dikaitkan dengan bon sementara secara bertahap,” kata Sekjen PPI, Gede Pasek Suardika di Jakarta, Jumat (27/6).
Pasek berpendapat, Arief tampak sengaja menyeret Anas ke dalam pusaran kasus Hambalang melalui pintu berupa bon sementara yang dikeluarkan PT AK. Di awal-awal mulainya persidangan, kata dia, semua tampak rapi ditata oleh Arief untuk tetap memberikan keterangan sesuai dalil dakwaan Anas.
Hal tersebut adalah dakwaan yang menyebut Anas menerima Rp 2,01 miliar dari PT AK sebagai bentuk terimakasih karena memberikan tender Hambalang. Namun menurut Pasek, keterangan Arief selanjutnya justru menunjukan bahwa bon-bon sementara itu digunakan oleh oknum di PT AK yang ingin menggerogoti uang perusahaannya sendiri.
“Yang sebagiannya digunakan untuk modal main kotor berebut proyek (Hambalang),” ujar Pasek.
PPI juga, kata Pasek, menyoroti dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK yang coba diselaraskan oleh Arief melalui keterangannya. Dakwaan tersebut ialah mengenai pemberian Rp 2,01 miliar yang secara teknis diberikan karena Anas berperan menekan PT Duta Graha Indah (PT DGI) untuk mundur dari proyek Hambalang. Sehingga, PT AK dapat melenggang menggarap proyek Hambalang tanpa perusahaan besutan eks kolega Anas di Partai Demokrat, Nazaruddin itu.
“Katanya juga diberikan karena Anas sudah bantu urus sertifikat Hambalang ke BPN, tapi justru para saksi sendiri yang mematahkan keterangan ini, karena terungkap bon itu bukan catatan untuk Hambalang, tapi grand design gedung DPR, ini kan aneh,” ujar mantan Ketua Komisi III DPR RI ini.
Pasek pun menduga, seluruh pernyataan yang dikemukakan oleh Arief sola bon merupakan bagian dari rangkaian upaya menjerumuskan Anas ke dalam kasus Hambalang. Bon-bon ini, kata Pasek, tidak orisinil dan tak ada kaitan dengan Hambalang karena disebut saksi berkenaan dengan proyek grand design DPR. Bahkan menurutnya, sebagian dari bukti bon ini merupakan fotokopian yang menambah ketidakorisinilan sebuah nota.
Sebelumnya, dalam persidangan kemarin saksi Arief sebagai pihak yang paling sering dicecar JPU KPK mengatakan uang Rp 2,01 miliar mengalir kepada Anas sebagai marketing fee dari proyek Hambalang. Namun Arief mengatakan, ia memang tidak pernah mengetahui apakah uang tersebut benar-benar sampai ke tangan Anas atau tidak.
Pasalnya, dua kali sudah ketika ia mengantarkan uang dengan nominal masing-masing Rp 500 juta, penerimanya adalah Direktur Bio farma Sofie A. Hasan dan Direktur Utama PT MSONS Capital Munadi Herlambang.
“Waktu itu Rp 500 pertama kepada pak Sofie, dari dia katanya mau langsung diberikan kepada pak Munadi untuk kongres Anas. Yang kedua, saya kasi hlangsung ke pak Munadi, katanya untuk kongres Anas juga. Munadi ngakunya sebagai timses Anas,” kata Arief di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Kamis (26/6).