Kamis 17 Jul 2014 17:15 WIB

Pemerintah Ancam PT Newmont

Red: M Akbar
Dirjen Mineral dan Batubara Kementerian ESDM (baru) Sukhyar (kanan) berbicang dengan Dirjen Mineral dan Batubara Kementerian ESDM (lama) Thamrin Sihite (kiri) ketika pelantikan pejabat struktural eselon I dan II di Kementerian Energi dan Sumber Daya Minera
Foto: ANTARA FOTO/Reno Esnir
Dirjen Mineral dan Batubara Kementerian ESDM (baru) Sukhyar (kanan) berbicang dengan Dirjen Mineral dan Batubara Kementerian ESDM (lama) Thamrin Sihite (kiri) ketika pelantikan pejabat struktural eselon I dan II di Kementerian Energi dan Sumber Daya Minera

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah bisa mengenakan status lalai atau "default" kepada PT Newmont Nusa Tenggara jika tidak kunjung memulai kembali kegiatan produksi.

Dirjen Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM R Sukhyar di Jakarta, Kamis (17/7), mengatakan pihaknya sudah menyiapkan status "default" tersebut. "Karena produksi dihentikan, kami anggap lalai," katanya.

Menurut dia, pemerintah mengganggap penghentian produksi yang dilakukan Newmont tidak sebagai kondisi kahar (force majeur), sehingga layak dikenakan "default".

Pemerintah, lanjutnya, masih menunggu itikad baik Newmont untuk mencabut gugatannya di arbitrase internasional.

"Selama belum dicabut gugatannya, pemerintah tidak ada pembicaraan renegosiasi dengan Newmont. Cabut dulu, baru negosiasi," katanya.

Newmont masih menunggu rapat umum pemegang saham di AS yang direncanakan berlangsung Kamis waktu setempat untuk menyikapi pencabutan gugatan.

Sukhyar juga mengatakan, kalau pemerintah menerbitkan status "default", Newmont mesti memulai produksi kembali.

Kalau sampai jangka waktu tertentu, Newmont tidak juga memulai produksi, wilayah kerjanya dikembalikan ke negara sebagai wilayah pencadangan negara. Selanjutnya, wilayah akan ditawarkan ke BUMN misalkan PT Aneka Tambang Tbk sebagai wakil negara.

sumber : antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement