REPUBLIKA.CO.ID, Prihatin. Itulah, kata yang pantas untuk mengekspresikan perasaan ketika melihat Muhamad Yunus (28 tahun). Apa pasalnya? Pemuda asal Kampung Gandok RT 14/04, Desa/Kecamatan Pabuaran, Kabupaten Subang ini, Jawa Barat, telah delapan tahun hidup dalam pasungan.
Yunus, begitu panggilan sapaannya, merupakan anak bungsu Hasanah (61 tahun). Bapaknya, telah meninggal dunia sejak dia masih kecil. Ibu Hasanah, kemudian kembali rujuk dengan mantan suaminya Ukria (64 tahun). Pasangan suami isteri ini, kemudian membesarkan Yunus kecil sampai dewasa.
Ukria menuturkan, meskipun ia hanya Bapak tiri bagi Yunus, namun ia sangat menyayangi Yunus. Sejak kecil, Yunus telah diasuh olehnya seperti anak sendiri. Akan tetapi, seiring dengan berjalannya waktu, Ukria mulai kewalahan dalam membesarkan ketiga anaknya.
"Saya hanya buruh tani serabutan," ujarnya, kepada Republika Online (ROL), Selasa (5/8).
Karena himpitan ekonomi, lanjut Ukria, isterinya itu nekad mengadu nasib menjadi TKI. Negara tujuannya yakni Malaysia. Selama jadi TKI, uang kiriman dari Hasanah dimanfaatkan Ukria untuk membiaya ketiga anak mereka.
Termasuk Yunus. Pemuda ini, bisa mengenyam pendidikan sampai lulus Madrasah Aliyah, di Cikampek, Kabupaten Karawang. Usai lulus Aliyah, Yunus tak kunjung bekerja. Aktivitasnya hanya di dalam rumah. Sejak saat itu, ada tanda-tanda kalau kejiwaan Yunus mulai terganggu.
Kejiwaan Yunus semakin parah, ketika dia berusia 20 tahun. Saat itu, lanjut Ukria, Yunus sering berbicara sendiri. Bahkan, dia seolah-olah tak mengenali keluarganya lagi. Setiap diajak berbicara, mulut Yunus selalu terkunci. Namun, giliran anggota keluarga tak memerhatikannya, dia sering mengaji, berteriak-teriak, dan tertawa sendiri.
Semakin di diamkan, kondisi Yunus tambah parah. Puncaknya, dia membakar rumah sederhana milik kedua orang tuanya. Akibat perbuatan Yunus itu, keluarga akhirnya sepakat untuk memasung kedua kaki Yunus. "Kami terpaksa memasungnya," ujar Ukria.