REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur Banten nonaktif, Ratu Atut Chosiyah terisak menangis saat membacakan nota pembelaan atau pledoi atas kasus korupsi yang menjeratnya saat sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Kamis, (21/8).
"Khusus kepada Ananda, putra paling kecil maafkan Bunda karena Ananda harus menerima sanksi sosial dari teman-teman dan masyarakat sehingga Ananda harus berhenti sekolah," ujar Atut dengan suara parau.
Menurut Atut, keluarganya menerima sanksi sosial setelah dirinya menjadi tersangka kasus suap sengketa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Lebak Banten di Mahkamah Konstitusi (MK).
Ia pun menyatakan diperlakukan tidak adil karena tuntutan jaksa penuntut umum tidak sesuai dengan keterangan saksi-saksi, fakta-fakta dalam persidangan.
"Saya sangat terkejut dan shock dengan permohonan tuntutan oleh jaksa penuntut umum yang demikian tinggi terhadap saya," ucap Atut.
Nota pembelaan atau pledoi ini disampaikan setalah Atut dituntut hukuman penjara selama 10 tahun dan denda sebesar Rp250 juta yang telah dijatuhkan 11 Agustus 2014 lalu, serta mendapatkan pidana tambahan, yakni pencabutan hak-hak tertentu, yakni dipilih dan memilih dalam jabatan publik.
Jaksa menilai Atut terbukti secara bersama-sama dengan Komisaris Utama PT Bali Pasific Pragama (BPP) Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan memberikan uang Rp1 Miliar kepada mantan Ketua MK Akil Mochtar.
Atut telah terbukti melanggar Pasal 6 ayat 1 huruf a Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP