REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat hukum Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Hibnu Nugroho, menduga ada hal lain membuat terpidana kasus suap bupati Buol, Hartati Murdaya, bebas bersyarat.
"Pidana untuk pelaku tipikor harus maksimal. Oleh karena itu, dilihat bagaimana 'track record' (rekam jejak) Hartati Murdaya, apakah pantas diberikan bebas bersyarat," katanya, di Purwokerto, Senin (1/9).
Menurut dia, lembaga pemasyarakatan punya andil untuk memberikan rekomendasi pembebasan bersyarat itu. Ia menduga ada hal lain yang menyebabkan lembaga pemasyarakatan memberikan rekomendasi pembebasan bersyarat bagi terpidana kasus suap Bupati Buol itu. "Mungkin pertimbangannya, dia (Hartati Murdaya, red.) selama ini dikatakan sebagai tokoh. Mungkin ada sedikit perlakuan khusus sehingga dia diberikan pembebasan bersyarat itu," katanya.
Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta pada 4 Februari 2013 menjatuhkan vonis dua tahun delapan bulan penjara kepada Hartati Murdaya karena terbukti bersalah melakukan suap senilai Rp3 miliar terhadap Bupati Buol Arman Batalipu terkait izin usaha perkebunan.
Hartati yang mulai ditahan pada 12 September 2012 seharusnya akan bebas pada akhir 2015. Akan tetapi, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Amir Syamsuddin memberikan pembebasan bersyarat kepada Hartati Murdaya karena terpidana kasus suap itu telah memenuhi syarat-syarat untuk mendapatkan pembebasan bersyarat. Dalam hal ini, Hartati sejak 23 Juli 2014 telah menjalani dua pertiga masa pidana dan tidak pernah mendapatkan remisi.