REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian ESDM meminta kasus hukum yang menimpa pimpinannya, Jero Wacik dilihat secara proporsional.
Misalnya, di balik penyimpangan yang dilakukan Jero, banyak prestasi dan pencapaian yang diraih di masa kepemimpinan politikus Partai Demokrat tersebut.
"Kita juga harus proporsional menilai kinerja kementerian kami. Di satu pihak ada kekeliruan, tapi achievement kami semasa Pak Jero Wacik juga besar," kata jubir Kementerian ESDM Saleh Abdurrahman di Jakarta, Sabtu (6/9).
Misalnya, menurut Saleh, adalah selesainya renegosiasi kontrak liquid natural gas (LNG) Tangguh. Padahal renegosiasi tersebut diperkirakan banyak pihak sulit berhasil.
Saleh mengatakan, tugas yang diemban kementerian dan Jero selaku menteri bukan pekerjaan gampang. Beban kerja yang sangat rumit, ditambah dengan karakteristik industri minyak bumi dan gas di Indonesia membuat semua jajaran di kementerian harus bekerja keras.
Sayangnya, lanjut Saleh, beban kerja yang sangat banyak tersebut tidak diimbangi dengan kompensasi yang memadai terhadap sumber daya manusia di kementerian. Khusus Jero, gajinya sebagai menteri disebut Saleh tidak besar.
Tidak seimbang dengan kegiatan dan tanggung jawabnya yang besar. "Beliau perlu dibantu dana operasional menteri, dan itu pun sudah diatur dari kementerian keuangan," ujarnya.
Kementerian, ujarnya, juga dibebankan target pencapaian APBN oleh negara. Sektor migas menjadi salah satu penyumbang terbesar bagi pendapatan negara.
Kementerian juga harus mengawasi ratusan sektor tambang, energi, dan migas yang tersebar di seluruh pelosok Indonesia. Karena itu, lepas dari kasus hukum Jero Wacik, Saleh menilai sangat wajar menteri ESDM diberikan tunjangan operasional.
"Kalau ibaratnya di bola, Christiano Ronaldo sebagai striker beda fee-nya dengan penjaga gawang," ungkapnya.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan status Jero Wacik sebagai tersangka, Rabu (3/9). Jero ditetapkan menjadi tersangka tindak pidana korupsi terkait dengan pengadaan proyek di Kementerian ESDM pada 2011-2013.