REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA - Direktur Jendral Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Djohermansyah Johan, mengatakan ada dua hal yang perlu dilakukan untuk memperbaiki pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Indonesia.
"Dalam praktiknya terjadi berbagai macam kekurangan dan kelemahan. Itu mengakibatkan kami berpikir untuk memperbaiki itu. Caranya ada dua hal," kata Djo, sapaan akrabnya, saat dihubungi Republika, Ahad (14/9).
Cara pertama, dengan memperbaiki mekanisme rekrutmen pencalonan melalui uji publik. Uji publik menjadi syarat bagi kandidat untuk bisa dicalonkan oleh partai politik yang bersangkutan. Dengan uji publik, diharapkan tidak ada calon yang tidak berkompeten dan tidak berintegritas.
"Uji publik akan menghambat politik dinasti atau politik kekerabatan yang berdasarkan perkawinan dan keturunan. Akan mencegah istri, anak, adik, atau kakak kepala daerah yang bersangkutan mencalonkan," jelasnya.
Cara kedua, dengan menekan biaya Pilkada yang dinilai terlalu mahal melalui Pilkada serentak. Nantinya, pada hari yang sama dipilih gubernur, bupati dan wali kota. Masyarakat hanya perlu sekali datang ke tempat pemungutan suara (TPS) untuk nyoblos.
"Sehingga negara hanya perlu membayar satu kali kepada KPPS dan petugas-petugas pelakasana," ujarnya.
Selain itu, pelaksanaan Pilkada murah bisa dilakukan melalui pengaturan dana kampanye. Selama ini, dana kampanye dinilai terlalu mahal. Kemendagri telah melakukan kajian pelaksanaan 1.042 Pilkada sejak 1 Juni 2005 sampai 2014.