REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA—Anas Urbaningrum akhirnya divonis 8 tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider 3 bulan kurungan dalam kasus Hambalang oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Rabu (24/9). Sejumlah pasal dalam dakwaan Anas Majelis Hakim nyatakan telah terbukti dan atas itu mantan Politisi Demokrat ini pantas dihukum.
Seperti gratifikasi dan janji-janji dinilai terbukti dimana ia secara sah menerima hadiah Rp 23,5 miliar dan 36 ribu dolar AS. Ditambah hadiah Rp 30 miliar dan 5,2 juta dolar AS yang diberikan Permai Grup.
Namun, untuk Tindak Pencucian Uang (TPPU) yang didakwaan JPU KPK komulatif dengan dakwaan primer, Anas dinyatakan tidak terbukti mengaburkan kekayaan. Uang dari sebagian hasil tindak korup Anas dianggap tidak mengalir ke sejumlah aset yang disebut JPU KPK sebagai milik eks Ketua HMI itu.
Yakni, sebidang tanah seluas 280 meter persegi di Desa Panggungharjo, Bantul, Yogyakarta dan tanah lainnya di lokai yang sama seluas 389 meter atas nama kakak ipar Anas Dina Zad. Pasalnya, tidak ditemukan bukti cukup uang hasil penerimaan gratifikasi Anas mengalir ke Dina.
Atas dasar penilaian ini, Majelis Hakim tidak mengabulkan sebagian tuntutan JPU KPK terkait UU Nomor 20 tahun 2001 pasal 64 ayat 1 KUHP dan pasal 3 ayat 1 huruf c UU Nomor 15 Tahun 2002 sebagaimana diubah berdasarkan UU No 25 tahun 2003 tentang TPPU yang bersatu dengan dakwaan primer.
Akan tetapi lain halnya dengan pembelian tanah dan bangunan untuk rumah Anas di daerah Duren Sawit, Jakarta Timur senilai Rp 3,5 miliar, Anas diyatakan terbukti mengaburkan harta kekayaan hasil penerimaan gratifikasi. “Uang tersebut didapat dari sisa penerimaan untuk pemenangan Anas dalam kongres Demokrat sesuai dakwaan gratifikasi,” kata Hakim Haswandi.
Pun dengan tanah dan bangunan atas nama mertuanya Atabik Ali di Mantrijeron senilai Rp 15,74 miliar. Pembeliannya dinyatakan mencurigakan karena dibeli dengan dollar Amerika seperti yang Anas terima melalui Permai Grup. Di sisi lain, profil Attabik yang seorang pimpinan pesantren tidak memenuhi kemampuan itu.
Majelis Hakim juga melihat, ada dakwaan TPPU terpisah Anas yang tidak terbukti. Yaitu ikhwal biaya sebesar Rp 3 miliar yang digunakan Anas untuk membuka izin usaha tambang PT Arina Kota Jaya di Kutai Timur.
Untuk itu, Majelis Hakim menilai Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP dan Pasal 3 huruf C Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 25 Tahun 2003 tidak dapat dibuktikan.