REPUBLIKA.CO.ID, TERNATE-- Pengamat politik dari Universitas Muhammadiyah Maluku Utara (UMMU) Mahmud Hasan mengatakan pencabutan hak politik untuk dipilih dan memilih dalam jabatan publik sebagai hukuman tambahan terhadap koruptor, tidak melanggar Hak Asasi Manusia (HAM).
"Dalam prinsip HAM mengurangi hak seseorang untuk melindungi hak orang lain dapat dibenarkan. Koruptor itu mengambil hak rakyat, jadi menghilangkan hak politik koruptor untuk melindungi hak rakyat, jelas tidak salah," katanya di Ternate, Kamis (25/9).
Oleh karena itu, Mahmud meminta kepada para hakim yang menyidangkan kasus korupsi tidak perlu ragu-ragu memberikan hukuman tambahan kepada koruptor berupa menghilangkan hak politiknya untuk dipilih dan memilih dalam jabatan publik.
Menurut dia, hukuman tambahan tersebut diharapkan bisa memberi pembelajaran kepada para pejabat publik maupun mereka yang mengelola uang negara, untuk tidak melakukan praktik korupsi atau tindakan lainnya yang merugikan negara.
Mahmud mengatakan, praktik korupsi di Indonesia dewasan ini semakin mengkhawatirkan, karena pelakunya sebagian besar dari kalangan pejabat penting di birokrasi, legislatif dan yudikatif, selain itu dana negara yang dikorupsi juga sangat besar.
"Kalau tidak ada hukuman berat terhadap pelaku korupsi, dapat dipastikan korupsi di bangsa ini sulit dihilangkan. Seharusnya hukuman mati terhadap koruptor sudah harus diberlakukan, karena hukuman seperti itu di sejumlah negara, seperti Tiongkok cukup efektif mengurangi praktik korupsi," katanya.
Menyinggung banyaknya kepala daerah yang terlibat kasus korupsi, apakah merupakan imbas dari pelaksanaan pilkada langsung yang membutuhkan biaya politik cukup besar, ia mengatakan, itu ada hubungannya, tetapi penyebab utamanya adalah mental dari kepala daerah bersangkutan.
Menurut Mahmud Hasan, berapa pun besarnya biaya politik yang dikeluarkan oleh seorang kepala daerah saat mengikuti pilkada, tetapi yang bersangkutan memiliki mental dan akhlak yang baik maka tidak akan mengembalikan biaya politik yang dikeluarkannya saat mengkuti pilkada itu dengan melakukan korupsi.