REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua MPR, Hajriyanto Y. Tohari menilai keinginan Ketua Umum Partai Demokrat yang juga Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menguji materi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada) sebagai hal yang aneh dan tidak lazim. Pasalnya SBY sebagai kepala pemerintahan turut terlibat dalam proses pembuatan UU tersebut. "Aneh dan tidak lazim," kata Hajriyanto saat dihubungi Republika, Ahad (28/9).
Hajriyanto mengatakan ada dua pihak yang boleh melakukan uji materi UU namun akan meninggalkan kesan aneh dan janggal: presiden dan anggota DPR. Pasalnya presiden dan anggota DPR yang sejatinya memiliki kekuasaan membentuk UU. Keduanya pula yang membahas semua Rancangan Undang-Undang (RUU) untuk mendapatkan persetujuan bersama. "RUU tidak bisa disahkan menjadi UU tanpa persetujuan keduanya," ujar Hajriyanto.
Ketua DPP Partai Golkar ini mengatakan meski DPR berwenang membentuk UU, namun setiap setiap RUU harus dibahas bersama-sama oleh Presiden dan DPR. Walhasil, jika Presiden mengajukan uji materi UU Pilkada ke Mahkamah Konstitusi (MK), itu sama dan sebangun dengan mengajukan uji materi terhadap karyanya sendiri bersama-sama dengan DPR. "Wong pihak yang membuat kok menggugat," kata Hajriyanto.
Sebelumnya SBY mengatakan partainya akan melakukan uji materi terhadap UU Pilkada ke Mahkamah Agung atau ke Mahkamah Konstitusi. "Dengan hasil ini, saya sampaikan ke rakyat Indonesia, Partai Demokrat rencanakan untuk ajukan gugatan hukum, dipertimbangkan mana yang tepat, ke Mahkamah Agung atau Mahkamah Konstitusi," kata SBY.
SBY juga menyatakan kecewa atas hasil voting RUU Pilkada DPR yang membuat pilkada langsung diubah menjadi tidak langsung. "Saya kecewa dengan hasil proses politik yang ada di DPR RI, meskipun saya menghormati proses itu sebagai seorang demokrat, tapi sekali lagi saya kecewa dengan proses dan hasil yang ada," ujar SBY. Muhammad Akbar Wijaya Sent from my BlackBerry® powered by Sinyal Kuat INDOSAT