REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dosen Ilmu Politik pada Universitas Airlangga, Haryadi, mengatakan Peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) yang dikeluarkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) adalah perbaikan substansi dasar dari UU Pilkada dan UU Pemda. Ketika Perppu dibuat, ujar dia, pasti ada dinamika politik yang berubah.
Setidaknya menurutnya, Partai Demokrat yang tadinya memutuskan walk out dalam pengambilan keputusan RUU Pilkada di paripurna DPR, pasti akan mengamankan dan mendukung Perppu.
Ini artinya, katanya, koalisi pemerintahan yang ada mendapat tambahan sekitar 69 kursi. Namun demikian, komposisi tersebut masih kalah dengan perolehan suara koalisi Merah Putih di DPR.
"Kita tidak tahu dengan dinamika politik ke depan. Apalagi koalisi Merah Putih terus mendapat tekanan dari kalangan pendamba demokrasi. Apakah tekanan akan efektif atau tidak, kita lihat nanti," kata Haryadi, Jumat (3/10).
Tidak menutup kemungkinan, akan terjadi fragmentasi di koalisi Merah Putih yang kemudian akan mengesahkan Perppu. Namun jika koalisi Merah Putih tetap solid, Perppu akan gagal di Senayan.
Akan tetapi menurutnya, jika UU Pilkada lewat DPRD tetap berlangsung koalisi Merah Putih akan berhadapan dengan masyarakat. Karena, diskursus publik yang ada menunjukkan semangat untuk menolak Pilkada tidak langsung sangat tinggi.
"Urusan akan panjang. Koalisi Merah Putih akan dihujat di berbagai daerah, dan itu akan jadi petaka bagi mereka," lanjutnya.
Ikuti informasi terkini seputar sepak bola klik di sini