REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -– Keberadaan toko komersial kini membanjiri stasiun. Posisinya strategis dan mudah dijangkau. Bagaimana dengan mushala di stasiun kereta?
Sekretaris Umum Persatuan Islam (Persis) Irfan Safruddin mengatakan, keluhan yang disampaikan mahasiswi asal Depok, Reny Anggraeni merupakan akumulasi kekesalan seorang Muslim yang merasa tidak dijamin haknya menjalankan ibadah. Surat terbuka itu, wujud tamparan keras kepada pemerintah agar menyediakan fasilitas yang layak.
"Kami sangat menyesalkan itu, sampai ada keluhan dari masyarakat shalatnya telat karena antre,” katanya kepada ROL, Jumat, (3/10).
Menurut Irfan, kontradiksi antara pembangunan fasilitas peribadatan dan mini market menunjukkan KAI semakin kapitalistik. Ia pun menyesalkan hal tersebut. Bahkan, kata dia, KAI sebagai perusahaan plat merah hanya mementingkan hal yang tidak utama dan lalai dalam memberikan hak warga negara untuk menjalankan ibadah.
“Mereka (KAI) sekarang hanya bisnis oriented, makin kapitalistik. Tempat ibadah sampai kurang mendapat perhatian,” ujarnya.
Sebelumnya, seorang mahasiswi pengguna commuter line, Reni Anggraeni menulis surat terbuka kepada kepala stasiun Manggarai melalui blog pribadinya. Melalui suratnya dia menyatakan kekecewaannya terhadap pengelolaan stasiun Manggarai, Jakarta Selatan.
Reni mengaku, harus menunggu selama 25 menit untuk mengantre shalat maghrib di mushala Stasiun Manggarai yang hanya berukuran kecil. Sementara di sisi lain, ukuran toko komersial diberikan ruang yang lebih besar.