REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Keluarnya Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dari Koalisi Merah Putih (KMP) dinilai hanya strategi politik untuk kembali mengalahkan Koalisi Indonesia Hebat (KIH) dalam pemilihan ketua MPR.
Pengamat politik UIN Jakarta, Adi Prayitno mengatakan, berlabuhnya PPP sudah diantisipasi KMP yang menang tanpa dukungan DPD. Karenanya, alasan konflik PPP dan PKS itu dianggap murni sinetron.
"Skenarionya memang menyakitkan... Jadi ini sebenarnya setting yang sempurna dari kubu KMP untuk menang dengan cara-cara cerdik," kata Adi, Kamis (9/10) pagi.
Peneliti the Political Literacy Institute itu menambahkan, KMP sudah mengkalkulasi kemenangan tanpa dukungan DPD secara penuh. Juga bahkan tanpa dukungan PPP.
Jadi, kata dia, PPP sengaja dilepas untuk mengelabui kubu KIH. Karena KMP sudah mengkalkulasi mereka akan menang meski pun tanpa PPP.
"Tragisnya, KIH menerima umpan maut KMP ini dengan baik seolah dengan dibiarkannya PPP nyebrang ke KIH, secara otomatis KIH akan menang. Padahal itu untuk umpan maut yang mematikan," ujarnya.
Ia menilai, pemilihan pimpinan MPR menjadi kali kedua KMP mengelabui KIH. Pertama ketika Demokrat melakukan walk out saat pemilihan pimpinan DPR. Kedua, saat umpan maut PPP yang ditelan begitu saja oleh KIH.
Faktor kekalahan KIH, menurut Adi, karena KIH terlalu normatif memaknai politik. Kemenangan di pilpres juga cukup membuat mereka terlena. Seolah mereka didukung publik secara utuh.
"Padahal dalam konteks pemilihan pimpinan DPR dan MPR yang menentukan adalah para elite, bukan publik," katanya.
Menurutnya, KIH terlampau jumawa karena merasa dicintai rakyat dan lupa menyadari kalau elite politik memang suka bermanuver dengan cara yang tak terlihat sekali pun.