REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengalihan aset Bandara Halim Perdanakusuma dari TNI Angkatan Udara kepada Induk Koperasi AU harus diaudit. Disinyalir, penyerahan aset tersebut cacat hukum.
Mantan Sekretaris Menteri BUMN Said Didu mengatakan, terdapat dua poin utama tentang kisruh Bandara Halim Perdanakusuma. Pertama, masalah prinsip pangkalan militer. ''Apakah TNI AU memperbolehkan pangkalan militer bercampur dengan sipil ?'' Kata dia kepada ROL, Rabu (22/10) sore.
MA telah memenangkan Group Lion untuk mengelola Bandara Halim Perdanakusuma. Keputusan tersebut terpampang di situs MA. Lion Group meminta PT AP II mengosongkan aset penerbangan sipil di sana.
Said melanjutkan, apabila diperbolehkan secara korporasi Mabes TNI Cilangkap, Mabes TNI AL juga diswastakan saja. Kedua, sambung dia, terkait aset negara. Menurut Said, terdapat cacat hukum dalam penyerahan aset dari TNI AU kepada Inkop AU.
Pasalnya, pemilik aset negara adalah Kementerian Keuangan, kuasa pengguna aset Kementerian Pertahanan, dan pengguna aset TNI AU. Alhasil yang memiliki hak untuk melakukan kerja sama harus atas persetujuan Kementerian Pertahanan dan Kementerian Keuangan.
Said menerangkan, dalam UU TNI Tahun 2004, TNI dilarang berbisnis secara langsung maupun tidak langsung. Artinya, terjadi cacat hukum dalam pengalihan aset TNI AU kepada InkopAU. Karena itu, kontrak Lion Group dengan InkopAU bisa batal demi hukum karena cacat hukum.
Dia mengatakan, Angkasa Pura II mendapatkan hak pengelolaan dari Dirjen Perhubungan Udara. Dirjen Hubud mendapatkan kewenangan dari TNI AU.