REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua DPR Fadli Zon ke kediaman MA, asisten tukang satai pem-bully Joko Widodo (Jokowi). Ia pun menyatakan, jangan sampai kasus itu malah menjadi alat politik.
Dalam kunjungan dadakan tersebut Fadli menjelaskan bermaksud melihat keadaaan keluarga. Ia juga ingin memberi bantuan hukum terhadap MA.
Fadli menjelaskan, jangan sampai kepolisian atau pun partai politik malah menjadikan kasus ini sebagai bukti penegakan hukum. "Jangan sampai ada pihak yang ingin mencari muka di pemerintahan baru, ini tidak boleh terjadi," ujarnya kepada Republika, Jumat (31/10).
Fadli mengaku prihatin terhadap apa yang telah menimpah keluarga MA saat ia menemui pasangan suami istri Mursidah dan Safrudin. "Saudara Arsyad kita juga ingin tahu, jangan sampai terjadi kriminalisasi terhadap wong cilik," katanya.
Ia menyampaikan, tidak merencanakan kunjungan tersebut. Melainkan hanya secara kebetulan ingin menyelesaikan kasus serupa di Mabes Polri.
"Maksudnya ibu ini mau menjenguk anaknya. Jadi sekalian kita datang sama-sama untuk melihat kondisi anaknya seperti apa,"katanya.
Terkait hukum, ia sudah menyiapkan pengacara untuk mengajukan penangguhan penahanan. Melihat kondisi MA yang sedang sakit, ia berharap Mabes Polri dapat memberi penangguhan. "Jadi jika sakit kenapa tidak bisa disegerakan penagguhan penahanannya,"katanya.
Fadli akan mengajukan 5-7 gugatan laporan untuk kepolisian. Namun, sampai saat ini belum diproses secara maksimal.
Menurutnya banyak pihak yang juga mem-bully Prabowo Subianto saat pilpres lalu. Bahkan jumlahnya mencapai ribuan. "Kenapa ini ada pem-bully Jokowi satu orang tiba-tiba langsung ditangkap? Itu tidak benar," katanya.
Wakil Ketua Partai Gerindra itu ingin memastikan hukum dapat ditegakkan tanpa pandang bulu. Jangan sampai orang kecil malah menjadi korban kriminalisasi.
"Hukum jangan hanya tajam ke bawah tapi tumpul ke atas," ungkapnya. Jika diperlukan, ia juga akan memberikan bantuan hukum secara pribadi. "Bukan atas nama Partai Gerindra, tetapi sebagai wakil rakyat," ujarnya.