REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Dua kubu di internal Partai Persatuan Pembangunan versi Muktamar Surabaya dan Jakarta harus segera mengupayakan islah agar aktivitas di DPR RI segera pulih, kata seorang pengamat politik.
"Pebedaan antara PPP kubu Romahurmuziy dan kubu Suryadharma Ali sedikit banyak tentu memengaruhi dinamika politik sehingga menghambat aktivitas DPR," kata pengamat politik Universitas Gadjah Mada Erwan Agus Purwanto di Yogyakarta, Kamis (6/11).
Ia mengkhawatirkan jika dualisme dalam partai berlambang kabah terus menerus berlangsung, akan terjadi "deadlock" dalam kinerja DPR, sehingga merugikan rakyat.
"Karena penyambung kedua kubu di DPR (KMP-KIH) justru PPP," kata dia.
Menurut dia, kedua kubu PPP perlu bersatu dan memantapkan sikap politiknya sebab kedua kubu PPP tersebut tidak mungkin mendapatkan pengesahan dari Kementerian Hukum dan HAM tanpa salah satu membentuk partai baru.
"Misalnya PPP perjuangan," kata Erwan yang juga Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) UGM itu.
Meski demikian, budaya untuk membuat kubu atau partai tandingan tidak serta merta menjadi solusi. Bahkan ia menilai justru akan menjadi pangkal merosotnya proses demokrasi di Indonesia.
"Jangan sedikit-sedikit lalu membentuk tandingan sebagai solusi. Kalau begitu,kita tidak akan menjadi bangsa yang maju," kata dia.
Seharusnya, ia menambahkan, perbedaan yang terjadi di PPP maupun DPR dapat dijembatani dengan komunikasi yang intens dan sehat. Bukan dilandasi dendam sisa proses pilpres.
"Mestinya para elit (parpol) meneladani masyarakat yang justru sudah "move on" dan melupakan pilpres," kata dia.