REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Jusuf Kalla membantah program kartu sakti Joko Widodo (Jokowi) tidak memiliki landasan hukum.
Menurutnya, penerbitan tiga kartu sakti itu dilandasi dasar hukum yang jelas. Bahkan anggarannya sudah dialokasikan dalam APBN 2014 yang disusun pemerintahan Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Boediono.
"Itu kan kalau dalam rangka BPJS. Itu kan ada payung hukumnya. Kartu Indonesia Pintar kan sudah terjadi sebelumnya. Wajar 12 tahun. Itu di dukung oleh APBN. Itu undang-undang lho," jelas JK di Kantor Wakil Presiden, Kamis (6/11).
Sementara itu, Mensesneg Pratikno mengatakan pembiayaan Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) saat ini menggunakan dana tanggung jawab sosial (CSR) BUMN, bukan APBN. Karenanya, tidak memerlukan persetujuan DPR.
"Satu itu kan sudah jalan, dan itu juga kan bantuan dari berbagai pihak. Itu CSR dan lain-lain, iya CSR dari BUMN. Tidak masuk APBN. Jadi nggak usah ribut-ribut dulu, kita fokus ini," katanya di Makassar, Rabu (5/11).
Program kesejahteraan yang telah terdapat dalam APBN 2014 adalah BPJS. Menurutnya, sampai saat ini pemerintah tengah mengkonsolidasi berbagai dana yang ada. Namun, ke depan, program kesejahteraan tersebut akan dimasukan ke dalam APBN 2015.
Kepala Badan PPSDM Kemenkes Usman Sumantri menambahkan, KIS memiliki dasar hukum yang sama dalam UU BPJS. Yakni masyarakat miskin dan tak mampu ditanggung oleh negara.