REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Pengamat Hukum Tata Negara, Margarito Kamis berharap keinginan Koalisi Indonesia Hebat (KIH) untuk merevisi bahkan menghapus hak pendapat DPR dalam Undang-Undang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3) hanya guyonan politik dan bukan menjadi keinginan dasar pemerintahan Joko Widodo- Jusuf Kalla.
"Kita berharap (keinginan) sekadar guyonan politik bukan sikap dasar pemerintah," ujarnya kepada Republika, Jumat (14/11).
Namun, ia menuturkan jika keinginan tersebut sikap dasar pemrintah. Maka, sikap tersebut mulai menyamai otoritarian yang lunak dengan keinginan tidak adanya pengawasan.
Menurutnya, pemerintah tidak memberangus pers, kebebasan berpendapat. Namun, jika pemerintah tidak ingin diawasi dan tidak peduli terhadap aturan. Maka hal tersebut dikualifikasikan sebagai otoritarian lunak.
"Itu sangat berbahaya," ungkapnya.
Margarito mengatakan lain halnya jika KIH membahas tentang jangkauan objek yang bisa diinterpelasi. Menurutnya, jika hal tersebut yang dibahas maka bisa dirundingkan.
Ia menuturkan hak menyatakan pendapat DPR yang termaktub dalam UUD 1945 dan UU MD3 sebagai upaya agar pemerintah bisa diawasi dan DPR tidak hanya menjadi tukang stempel.
"Hak itu diatur dalam UUD disebabkan masa lalu pemerintahan yang tidak terawasi dan