REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kontroversi mengenai pembangunan megaproyek national capital integrated coastal development (NCICD)/pengembangan terpadu pesisir ibu kota terus bergulir.
Pemerintah bahkan mengaku akan mengkaji ulang proyek yang juga meliputi pembangunan giant sea wall atau tanggul laut raksasa sepanjang 32 kilometer itu.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Andrinof Chaniago belum bisa memastikan bagaimana kelanjutan megaproyek tersebut secara keseluruhan.
"Akan dikaji ulang. Saya belum berani bicara banyak karena belum mendapat sinyal dari presiden untuk berbicara soal ini," kata Andrinof di Bandung, akhir pekan lalu.
Namun, Andrinof mengisyaratkan, salah satu hal yang akan dikaji adalah mengenai dampak lingkungan. Maklum, proyek ini tidak sebatas membangun tanggul untuk mencegah banjir rob.
Tapi juga reklamasi pantai yang beberapa di antaranya untuk pembangunan perumahan, apartemen dan perkantoran. "Dari Bappenas misalnya yang akan mengkaji adalah bagian sumber daya alam dan lingkungan hidup," ucap Andrinof.
Pembangunan proyek ini terbagi ke dalam tiga tahap. Yakni tahap A, B, dan C. Tahap pertama adalah untuk pembangunan tanggul sepanjang 32 kilometer.
Delapan kilometer menjadi tanggung jawab pemerintah. Sementara 24 kilometer sisanya akan menjadi tanggung jawab swasta. Pembangunan tahap pertama sudah groundbreaking pada Oktober lalu.
Direktur Eksekutif Walhi (Wahana Lingkungan Hidup) DKI Jakarta Puput TD Putra mengatakan, memang sudah seharusnya pemerintah mengkaji ulang proyek itu. Terutama untuk pembangunan tahap B dan C terkait pembangunan kawasan terpadu.
"Kami sudah melakukan riset. Dari pandangan kami memang ada yang perlu dibangun dan tidak. Artinya buat kepentingan masyarakat umum dan lingkungan juga," kata Putra ketika dihubungi Republika, Senin (17/11).
Kendati begitu, Putra belum berani menyebut tanggul yang mana yang harus dibangun. Apakah pembangunan tanggul delapan km yang menjadi tanggung jawab pemerintah atau yang 24 km yang akan dibangun pengembang swasta.
"Pemerintah belum mengajak kami berdiskusi untuk mengkaji bersama. Ada ketertutupan informasi. Akan tetapi, pembangunan tahap B dan C itu yang menurut kami tidak perlu karena akan merugikan masyarakat, terutama nelayan," ujarnya.