REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bagi Wali Band, bekerja tanpa beramal bagaikan pohon tanpa buah. Oleh karena itu, mereka tak hanya mengandalkan kekuatan talenta lahiriah, melainkan juga kedekatan batin dengan Sang Pencipta.
"Barokatologi itulah yang menaungi kami," tutur Apoy, Senin (24/11).
Istilah berkah atau "barokah" sangat lazim bagi anak-anak pesantren. Sikap taat kepada guru dan rendah diri (tawadhu) merupakan modal utama bagi anan-anak pesantren bila ilmu yang mereka dapatkan mengandung berkah.
Berkah dalam arti luas mengacu pada standar kualitas, bukan kuantitas. Oleh karena itu, barokatologi bagi Apoy dan kawan-kawan di "Wali Band" menjadi nafas di setiap hasil karya mereka. Apalagi saat ini Apoy, Faang, Tomi, dan Ovie masih dalam tataran mencari jati diri sebagai remaja shaleh sekaligus "role model" bagi anak muda lainnya.
Metode dakwah yang dipelajari di bangku kuliah dan madrasah dipadukan dengan totalitas seni ala Bang Haji Rhoma Irama. Sehingga mereka memilih musik sebagai media yang sangat efektif dalam menyampaikan pesan positif kepada masyarakat.
Apoy tidak ingin larut dalam perbedaan mazhab bermusik. "Mau orang lain menyebut musik kami kampungan, melayu, atau dangdut, silakan! Asal musik kami tak dianggap aliran sesat," seloroh pria kelahiran 8 Maret 1979 yang memiliki nama lengkap Aan Kurnia itu.