REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat pendidikan yang juga direktur eksekutif Institute for Education Reform, Mohammad Abduhzen, mengatakan banyak hal yang bagus dalam Kurikulum 2013. Hanya saja, menurutnya, itu tidak dijalin dalam satu koherensi yang kemudian diolah sedemikian rupa.
Tujuannya, itu akan menjadi satu kepadatan yang muncul di dalam satu konsep operasional yang sederhana, mudah dipahami, dan mudah diterapkan. Itulah menurutnya, yang kemudian menghasilkan kebingungan di lapangan dan kesulitan dalam hal implementatif.
Menurutnya, Kurikulum 2013 memiliki persoalan yang sifatnya implementatif. Hal itu misalnya, dari masalah distribusi buku dan kesiapan guru yang pelatihannya tidak komprehensif.
Karena itu menurutnya, pemerintah harus memastikan bahwa K-13 tidak dihentikan. Namun, justru harus ditegaskan. Menurutnya, K-13 harus direvisi. Namun dalam masa transisi itu, tentu menurutnya harus ada kurikulum yang menjadi pegangan untuk diterapkan di sekolah-sekolah.
"Tapi jangan lupa, bahwa persoalan implementatif ini sebetulnya persoalan lanjutan yang sifatnya substantif. Didalam surat edaran menteri disebutkan, antara persoalan implementatif substantif adanya ketidakselarasan ide dengan desain kurikulum, kemudian ketidakselarasan kurikulum dengan isi buku," kata Abduhzen, dalam diskusi di Warung Daun, Cikini, Jakarta, Sabtu (13/12).
Ia menilai, kerancuan kurikulum 2013 bersifat substantif misalnya dalam hal tidak ada koherensi, asumsi, argumentasi, substansi dan implementasinya.