REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) melayangkan surat keberatan pada Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait pengangkatan Refly Harun dan Todung Mulya Lubis sebagai anggota panitia seleksi hakim MK.
Ketua Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) Rustam Ibrahim menyatakan, MK tak seharusnya melakukan tindakan seperti itu.
"Siapapun yang jadi anggota pansel hakim konstitusi bukanlah urusan MK," terang Rustam melalui akun twitter @RustamIbrahim, Selasa (16/12).
Menurut Rustam, tindakan yang diambil MK dengan menyurati presiden justru dapat menjadi bumerang. Ketika MK mempersoalkan pemilihan Refly dan Todung, publik akan menilai bahwa ada konflik kepentingan di sana.
Selain sarat dengan konflik kepentingan, penolakan MK terhadap Refly dan Todung dapat dipandang sebagai tindakan yang kurang etis. Karena masalah anggota panitia seleksi bukan urusan MK.
Anggota panitia seleksi hakim konstitusi seharusnya menjadi urusan dari ahli hukum. Karena itu, tak seharusnya MK melayangkan surat keberatan pada Jokowi.
Politikus Partai Golkar Indra J Piliang juga angkat bicara terkait hal ini melalui akun twitter pribadinya. Menurut Indra, kredibilitas seseorang tidak dapat diukur dari berperkara atau tidaknya di MK.
Lagi pula, latar belakang keduanya sebagai saksi ahli atau pengacara di MK seharusnya tak perlu terlalu dipersoalkan. Karena, putusan terakhir dalam suatu perkara tetaplah berada di tangan MK.
Bukan di tangan saksi ahli maupun pengacara. Ia juga menyatakan MK tak bisa memasuki wilayah tiga sumur hakim. "Tiga Sumur Hakim: Pres, DPR dan MA," terang Indra melalui akunnya @IndraJPiliang, Selasa.