REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Mahkamah Agung (MA) menerbitkan MA menerbitkan Surat Edaran MA (SEMA) Nomor 7 Tahun 2014 tentang peninjauan kembali (PK) hanya satu kali. MA menegaskan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membolehkan PK berkali-kali tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
"Mahkamah Agung berpendapat bahwa permohonan peninjauan kembali dalam perkara pidana dibatasi hanya satu kali," kata Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Ridwan Mansyur, Kamis (01/01).
Menurut Ridwan, SEMA yang diteken Ketua MA Hatta Ali tersebut otomatismembuat putusan MK yang mengabulkan mengabulkan uji materi Pasal 268 ayat 3 KUHAP tidak bisa dilaksanakan.
"MA menyatakan putusan MK itu non executable karena berdasarkan UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 24 ayat 2 menyatakan tegas tidak ada PK atas PK," jelasnya.
Putusan MK tersebut, lanjut Ridwan, tidak serta merta menghapus norma hukum yang mengatur permohonan peninjauan kembali yang diatur di UU MA dan UU Kekuasaan Kehakiman. Karena itu, dengan diterbitkannya SEMA maka eksekusi terhadap terpidana mati tidak bisa ditunda lagi.Misalnya eksekusi hukuman mati terhadap gembong narkoba yang sebelumnya sempat terhambat karena pengajuan PK berkali-kali.
"Kita harus commit terhadap perang melawan narkoba sebagai kejahatan yg sangat serius dan terorganisir, membahayakan generasi muda dan berdampak dekadensi moral dimasa datang," ungkap Ridwan.
Sebelumnya diberitakan upaya Kejaksaan mengeksekusi terpidana mati terhambat lantaran adanya putusan MK. Pada 2013 lalu mengabulkan uji materi Pasal 268 ayat 3 KUHAP yang diajukan oleh bekas Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar.
MK menilai pengajuan PK yang hanya satu kali seperti tertulis dalam pasal itu bertentangan dengan UUD 1945 dan rasa keadilan. Sehingga pasal tersebut dibatalkan MK. Dengan begitu, terpidana boleh mengajukan permohonan PK lebih dari satu kali.