REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hakim Agung Gayus Lumbuun menyatakan perlu ada jalan tengah terkait perbedaan Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung terhadap pengajuan Peninjauan Kembali (PK), yakni permohonan PK hanya dilakukan sekali kecuali ada novum dan syarat-syarat berikutnya diberikan kesempatan terbatas.
"Mempertemukan sikap Putusan MK dan MA terhadap berapa kali PK boleh diajukan perlu mendapatkan analisis dengan landasan yang sama yaitu landasan tujuan hukum yang terdiri atas Kepastian Hukum, Kemanfaatan dan Keadilan," kata Gayus, Selasa (13/1).
Menurut dia, keputusan MK yang memutuskan PK bisa dilakukan lebih dari satu kali merupakan keputusan yang bersifat konstitusional, sementara sikap hukum yang di putuskan MA melalui SEMA nomor7 tahun 2014 merupakan pencegahan terhadap upaya jahat untuk terpidana mengulur waktu dilaksanakannya eksekusi.
"Semangat kedua lembaga tersebut perlu mendapatkan sambutan baik masyararakat, terutama para ahli hukum," harapnya.
Gayus mengatakan jalan tengah terhadap sikap kedua lembaga tersebut bisa dipertemukan dengan konsep yang bisa menampung keduanya dengan menentukan PK hanya boleh dilakukan sekali kecuali ditemukan keadaan baru sebagaimana ketentuan syarat PK.
"Selama PK belum diputuskan, artinya pengajuan novum dan syarat-syarat PK berikutnya diberikan kesempatan terbatas," tegas Gayus.
Mantan politisi PDI Perjuangan ini berpendapat bahwa syarat-syarat khusus tersebut sebaiknya tidak dituangkan melalui Peraturan Pemerintah (PP).
"Namun apabila dipandang sebagai adanya yang genting maka dengan Perpu, namun sesuai dengan ketentuan Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang ditentukan adalah Perma (Peraturan MA)," kata Gayus Lumbuun.