REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Paus Francis menyatakan ada batasan dalam kebebasan berekspresi ataupun mengemukakan pendapat. Terlebih jika kebebasan tersebut disalahgunakan untuk menghina atau mengolok kepercayaan tertentu.
Ketika berada di Filipina, Paus Francis sempat menyinggung masalah penyerangan kantor tabloid Charlie Hebdo. Ia menyatakan kebebasan berpendapat merupakan hal mendasar dalam hak asasi manusia. Akan tetapi di saat yang sama, kebebasan berpendapat juga merupakan tanggung jawab yang harus digunakan untuk kebaikan bersama.
Karena itu, ia menyatakan ada batasan dalam kebebasan berekspresi dan berpendapat. Untuk menjelaskan ini, Paus Francis menjadikan organisator kunjungan kepausan, Alberto Gasbarri, yang berada di sampingnya sebagai contoh.
Dengan nada setengah bercanda, Paus Francis menyatakan jika Gasbarri mengatakan hal buruk tentang ibu Francis, maka Gasbarri tak boleh heran jika ia akan menerima pukulan dari Francis.
Meski begitu, contoh yang dikemukakan oleh Paus Francis bukan berarti bahwa ia menjustifikasi penyerangan terhadap Charlie Hebdo. Menurutnya, kekerasan yang mengatasnamakan Tuhan tidak bisa dijustifikasi. Maksud dari contoh yang ia kemukakan ialah, adanya reaksi dari sebuah provokasi merupakan hal yang mungkin terjadi.
Meski banyak pihak yang mendukung Charlie Hebdo, Vatikan dan empat imam Prancis terkemuka menyatakan aksi yang sedikit berbeda. Vatikan dan empat imam terkemuka Prancis mengecam aksi kekerasan terhadap kantor tabloid Charlie Hebdo. Tapi, di saat yang sama, Vatikan dan empat imam terkemuka Prancis juga meminta agar media memperlakukan setiap agama dengan respek.
"Banyak orang yang menjadikan agama sebagai lelucon. Mereka adalah provokator. Dan apa yang terjadi pada mereka adalah apa yang akan terjadi pada Dr. Gasbarri jika ia mengatakan hal buruk tentang ibu saya. Ada batasan dalam hal ini," ujar Paus Francis.