REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masa pemerintahan Jokowi-JK genap berusia 100 hari. Meski sudah menghasilkan sejumlah kebijakan positif, namun pemerintahan Jokowi terkendala banyaknya 'akrobat-akrobat' dan manuver politik.
"Sejumlah penegasan-penegasan memang telah dilakukan dengan kebijakan yang dibuat seperti pembakaran dan penenggelaman kapal pencuri ikan, mengeksekusi gembong narkoba," kata Ketua Pusat Studi Politik dan Keamanan Universitas Padjajaran Bandung, Muradi.
Selain itu, menurutnya Pemerintahan Jokowi juga telah mencoba mempertegas posisi Indonesia di kancah regional dan internasional dan penegasan poros maritim dunia.
"Langkah ini kemudian diikuti penguatan sektor pertahanan dan keamanan di perbatasan, laut, udara, dan darat," katanya.
Namun, ia menilai pemerintah Jokowi masih terganggu dengan 'akrobat-akrobat' dan manuver politik. Salah satunya adalah masalah kisruh antara Kepolisian Republik Indonesia dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Dalam 100 hari pemerintahan Jokowi-JK publik diperlihatkan berbagai akrobat dan manuver politik. Hal ini sedikit banyak menginterupsi sejumlah target yang dicanangkan Presiden Joko Widodo kepada menteri-menterinya. Konflik antara KPK dan Polri menggambarkan bagaimana kuatnya manuver politik yang terjadi," katanya.
Untuk memperbaiki kinerja pemerintahannya, Presiden Jokowi dinilai perlu memperbaiki konsolidasi antar kementeri. Sebab ia melihat selama 100 hari, konsolidasi kementerian belum efektif.
"Hal yang masih kurang dan belum efektif dilakukan adalah tingkat konsolidasi dan irama yang sama antar kementerian. Salah satu efeknya adalah konflik antara KPK dan Polri. Hal ini begitu berlarut-larut hingga pada derajat tertentu mengeliminasi sejumlah capaian kongkret dari target pemerintah," jelasnya.