REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum pidana Universitas Islam Indonesia (UII), Yogyakarta, Muzzakir menyarankan, Komisi Pemberantasan Korupsi sebaiknya berhati-hati dalam menetapkan proses tersangka. Dia menyatakan hal ini terkait KPK yang tak bisa melakukan Surat Penghentian Penyidikan Perkara (SP3).
Muzzakir menyatakan SP3 secara arti KPK berarti tak bisa menghentikan kasus jika sudah menetapkan tersangka pada seseorang. Hal itu berarti KPK tidak boleh gegabah ketika menetapkan tersangka pada seseorang. “Jangan sampai justru status tersangka itu digunakan untuk mematikan nama baik seseorang,“ katanya ketika dihubungi, Selasa (10/2).
Dia berpendapat, selama ini KPK polanyaselalu mentersangkakan seseorang baru kemudian mencari alat bukti untuk dibawa ke peradilan. Itu bisa saja menimbulkan celah, di mana KPK bisa saja mengada-adakan alat bukti yang sebenarnya tidak ada. “Menurut saya harusnya kewenangan SP3 dihapus saja,” ujarnya.
Muzzakir mengusulkan ke depan perlu agar ada judicial review terhadap UU KPK terkait tak adanya SP3 di lembaga penegak hukum superbodi tersebut. Hal itu agar ke depan proses penetapan tersangka bisa berjalan ideal. Jika ada penetapan tersangka oleh KPK, namun tidak terbukti, maka kasus bisa dihentikan.