Senin 23 Feb 2015 15:47 WIB

KPK Hanya Bisa Ajukan Peninjauan Kembali

Rep: C15/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Sidang praperadilan Budi Gunawan terhadap KPK di PN Jakarta Selatan, Jakarta,
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Sidang praperadilan Budi Gunawan terhadap KPK di PN Jakarta Selatan, Jakarta,

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- KPK hanya bisa ajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung sebagai langkah hukum luar biasa untuk merespon putusan sidang praperadilan.

Pakar Hukum Politik UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Noorhaidi Hasan menyebut satu satunya langkah yang bisa dilakukan KPK adalah PK. Sebab, dalam putusan praperadilan tidak ada Kasasi ke MA. Hal itu juga merupakan langkah menerobos hukum, karena tidak melalui cara banding.

"Putusan pengadilan tingkat pertama tidak pernah salah. Hakim pengadilan tingkat pertama itu malah seperti setengah tuhan, jadi tidak bisa MA melakukan intervensi," ujar Noorhaidi saat dihubungi ROL, Senin (23/2).

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ini juga mengatakan KPK harus mempunyai Novum atau bukti baru. Bukti baru tersebut merupakan salah satu syarat pengajuan PK. Novum atau bukti baru harus bisa mematahkan putusan hakim praperadilan.

Noorhaidi mengatakan, putusan Sarpin Rizaldi sudah jelas, bahwa KPK tidak mempunyai hak menyelidiki kasus aliran dana liar di rekening BG. Sebab, saat itu BG masih berstatus sebagai Karobinkar, yang notabene bukan penegak hukum. Maka, langkah hukum yang harus ditempuh KPK adalah mencari bukti baru yang masuk dalam lingkup KPK.

"Saat dia menjabat sebagai penegak hukum ada juga gak salahnya, itu bisa dijadikan novum," tambah dia. Kuasa Hukum KPK usai menerima putusan praperadilan mengajukan Kasasi ke Mahkamah Agung melalui PN Jaksel. Namun, kasasi ini ditolak oleh PN Jaksel dengan alasan menerobos proses hukum.

Pascapelantikan Plt KPK yang baru, KPK pun mengambil langkah dengan melimpahkan kasus Budi Gunawan ke pihak yang berwenang antara Bareskrim Polri dan Kejaksaan Agung.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement