REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly tengah menjadi sorotan lantaran pernyataannya yang seakan ingin memberi kelonggaran pemberian remisi bagi koruptor. Meski demikian, Yasonna membantah anggapan tersebut.
Sama seperti KPK, Yasonna mengaku setuju pemberian remisi bagi koruptor harus diperketat. Hanya saja, ia ingin menekankan bahwa hak remisi bagi koruptor tak boleh dihilangkan.
"Coba bayangkan, saya baru dapat surat ada yang tidak diberikan (remisi) karena dia bukan whistle blower. Padahal dia yang kita dalami terdakwa tunggal, misalnya. Nah itu dihilangkan haknya, padahal dia punya hak," kata Yasonna di Kantor Presiden, Senin (16/3).
Terkait perdebatan soal remisi koruptor ini, Yasonna mengaku pihaknya sudah mengundang KPK dan ICW untuk berdiskusi mengenai hal tersebut. Namun, kedua lembaga tersebut ternyata tak hadir.
Padahal, Yasonna menilai, duduk bersama antara Kemenkum HAM dengan lembaga-lembaga terkait sangat penting untuk membahas mengenai penetapan banyaknya remisi yang boleh diberikan pada terpidana korupsi.
"Kalau mau kita ketatkan, katakan lah tidak boleh seorang tipikor ini lebih dari sepertiga dari hukuman atau seperlima dari hukuman misalnya. Itu kita sepakati," ucap dia.