REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menyatakan kasus yang menimpa Nenek Asyani (63 tahun) yang dituduh melakukan pencurian kayu jati di Situbondo, Jawa Timur, merupakan kriminalisasi bagi masyarakat miskin.
"Kontras memprotes keras kriminalisasi terhadap Nenek Asyani yang dituduh melakukan pencurian kayu jati milik Perhutani di Situbondo," kata Wakil Koordinator Bidang Advokasi Badan Pekerja Kontras Yati Andriyani yang diterima di Jakarta, Selasa (17/3).
Ia berpendapat, hukuman terhadap korban yang tidak bersalah dengan alat bukti yang tidak memadai merupakan hal yang sangat tidak manusiawi dan melanggar hak asasi manusia. Apalagi nenek Asyani telah berusia lanjut.
Sedari awal, menurut Kontras, penyidikan yang dilakukan terhadap nenek Asyani sangat kental dengan dugaan upaya rekayasa kasus. Hal ini terlihat karena sejak dilakukannya proses BAP, terdapat keganjilan antara lain usia korban disebutkan masih 45 tahun.
Saat persidangan berlangsung, barang bukti yang dihadirkan diduga berbeda dengan barang bukti yang menjadi milik korban.
Keterangan Kepala Desa tempat tinggal korban yang menyatakan kayu yang dituduhkan diambil dari lahan milik korban pun tidak dijadikan kesaksian yang meringankan korban di persidangan.
"Latar belakang korban yang hanya masyarakat miskin dan buta hukum semakin mempertegas seringkali hukum tajam ke bawah tetapi tumpul ke atas, kondisi ini mencederai rasa keadilan masyarakat," tegasnya.
Kontras juga menyatakan, kasus itu juga menunjukan potensi rekayasa kasus masih terus terjadi di banyak wilayah di Indonesia. Dari pengaduan yang diterima Kontras sepanjang tahun 2012-2015, terdapat 11 kasus yang direkayasa oleh aparat penegak hukum di Tanah Air.
Untuk itu, LSM tersebut meminta Pengadilan Negeri Situbondo untuk mengabulkan permohonan penangguhan penahanan untuk nenek Asyani.