REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan Pemerintah bisa mencabut hak kewarganegaraan bagi WNI yang terbukti bergabung dengan gerakan radikal Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).
"Kalau dia (WNI) ikut berperang dan bergabung dengan suatu negara, maka dia kehilanan kewarganegaraan, kalau dia berperang dengan negara lain," kata JK di Jakarta, Rabu (18/3).
Terkait berita hilangnya 16 WNI saat mengikuti tur wisata ke Turki dan rombongan WNI yang ditahan di rumah detensi Turki, Wapres menyebutkan kedua kelompok tersebut berbeda rombongan. "Itu ada dua kali 16 orang kelompok, yang 16 orang pertama (hilang) belum ketemu dan 16 kedua (yang ditahan) ini. Jadi, tidak jelas, kita tidak tahu yang mana itu," katanya.
Pada 24 Februari lalu, ada laporan bahwa 16 orang WNI memisahkan diri dari rombongan wisata ketika berada di Bandara Ataturk, Istanbul. Mereka seharusnya dijadwalkan kembali ke Tanah Air pada 3 Maret, sesuai dengan jadwal tiket penerbangan, namun tidak kunjung muncul di Bandara bersama rombongan lain. Sejak saat itu, ke-16 WNI itu dinyatakan hilang.
Namun, pada 12 Maret, aparat keamanan Turki dilaporkan telah menahan 16 WNI karena mencoba menyeberang ke Suriah tanpa menggunakan dokumen-dokumen yang resmi, demikian Reuters seperti dikutip Antara.
"Sebanyak 16 orang tersebut ditahan di pusat penahanan. Kami mendapat informasi bahwa Kedutaan Besar Indonesia di Ankara telah berkomunikasi dengan mereka," ujar juru bicara Kementerian Luar Negeri Turki Tanju Bilgic.
Rute yang ditempuh rombongan keluarga tersebut ke Suriah biasanya digunakan para simpatisan ISIS, namun Pemerintah Turki belum dapat memastikan apakah ke-16 WNI itu hendak bergabung dengan ISIS. Usai penahanan tersebut, Pemerintah Turki kemudian memutuskan untuk menutup dua pintu perbatasan ke Suriah.
Petugas bea cukai mengonfirmasi penutupan akses di pintu perbatasan Oncupinar dan Cilvegozu yang mengakibatkan kendaraan dan warga dilarang melintas dari dan menuju Suriah.