REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- DPR RI mempertanyakan kemauan politik pe-merintah dalam soal pemberantasan terorisme dan kelompok radikal di Indonesia. Ketua Komisi I DPR, Mahfuz Siddiq mengatakan, sejarah modern pemberantasan terorisme di Indonesia, hanyalah komoditas politik dengan tujuan tertentu.
Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini mengatakan terorisme di Indonesia adalah penyakit berbahaya. Hanya saja, kata dia terkesan keberadaannya sengaja dipelihara, dengan dijadikan pengalih perhatian terhadap suatu peristiwa. Ataupun, lanjutnya, sengaja dipelihara dengan maksud mencari perhatian dari negara-negara tertentu.
"Seperti di Poso. Ini kan (terduga teroris) orang-orang lama juga," kata dia, di Jakarta, Selasa (24/3).
Data intelijen yang pernah dilaporkan ke Komisi I, tercatat hanya ada sekitar 40 orang yang dimasukkan ke dalam kelompok teroris oleh Kepolisian RI, BNPT dan BIN. Jumlah kelompok itu tentunya tak banyak.
Apalagi, data intelijen, kata Mahfuz juga menyampaikan kelompok tersebut tak punya senjata memadai untuk melakukan perlawanan dengan aparat kepolisian. Hanya saja, menurut Mahfuz, persoalan kelompok terorisme di Sulawesi Tengah itu, sampai hari ini tak pernah diberantas tuntas.
"Semestinyakan pertanyaannya, ada tidak political will (kemauan politik) pemerintah," ujar dia.
Terkait itu, Mahfuz mengatakan, sulit baginya untuk percaya atas pernyataan pemerintah soal keberadaan ISIS Indonesia. Sebab, kata dia, bisa jadi, pernyataan tersebut, hanya untuk mencari perhatian, melihat pola perang global terhadap ISIS yang dilkukan Amerika Serikat (AS) dan sekutu di Timur Tengah saat ini.