Jumat 27 Mar 2015 04:00 WIB

Indikator Baik tak Tepat Untuk Pemberian Remisi ke Koruptor

Rep: C15/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Pemberian remisi (ilustrasi)
Foto: Antara
Pemberian remisi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Filsafat Hukum UGM, Sindung Tjahjadi menilai indikator baik dalam syarat pemberian remisi ke koruptor tidak tepat. Sebab, ukuran baik dalam tindak pidana luar biasa sarat akan subjektifitas.

Sindung mengatakan, persoalan pidana khusus tidak bisa disamakan dengan tindak pidana lainnya, juga dalam hal pemberian remisi. Ada syarat yang harus berbeda karena korupsi merupakan tindak pidana luar biasa. Sehingga, mestinya penanganan korupsi juga harus memiliki kriteria sendiri.

"Korupsi itu kan masuk dalan ranah white collar crime, maka tidak bisa kemudian ukuran berkelakuan baik diberlakukan sama dengan tindak pidana biasa," ujar Sindung saat dihubungi Republika, Kamis (26/3).

Sindung menjelaskan, misalkan dalam kasus pembunuhan misalnya, cara mengukur berkelakuan baik bisa diukur melalui sikap agresivitas terpidana, moralitas, spiritualitas. Namun, jika hal yang sama diberlakukan kepada koruptor hal tersebut tidak tepat. Karena, kejahatan yang ia lakukan merupakan kejahatan yang luar biasa.

Maka, menurut sindung kriteria baik memang tidak tepat untuk menjadi salah satu syarat pemberian remisi terhadap koruptor. Namun, Sindung tak menampik jika remisi memang hak semua terpidana. Namun, sejauh ia bisa berkomitmen untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama, maka pihak berwenang harus bisa memberikan akses juga syarat yang jelas serta indikator maksimal untuk pemberian remisi tersebut.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement