REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA—Indonesia Resources Studies (IRESS) menyatakan rencana pembangunan Pelabuhan Cilamaya harus dilakukan hati hati. Ini karena proyek besar ini berpotensi di mark up dalam ongkos pembangunannya.
Direktur Eksekutif Indonesian Resource Studies Marwan Batubara menceritakan pengalamannya dulu saat masih menjadi karyawan Indosat. Saat tahun 80an dirinya ikut dalam pembangunan serat optik di dasar laut yang menghubungkan Surabaya dan Banjarmasin.
Saat itu Bappenas juga bekerjasama dengan lembaga Japan International Cooperation Agency (JAICA). “ Ketika proyek tersebut, ongkosnya lebih mahal 30 persen dibanding harga normal. Polanya kalau tidak salah dulu kita kredit dengan JAICA,” ujarnya dalam diskusi di Warung Daun Cikini, Sabtu (28/3).
Dirinya mengambil kesimpulan ini setelah membandingkan dengan proyek yang sama jenisnya. Yaitu pembangunan serat optik antara Jakarta dengan Singapura. Marwan mengambil perbandingan melalui unit cost yang ada. “ Lebih baik langsung tender secara internasional. Bisa jadi lebih murah,” kata dia.
Sebelumnya lembaga Indonesia Resourcess Studies (IRESS) menyatakan pembangunan pelabuhan Cilamaya harus memperhatikan kepentingan nasional. Lembaga ini mengkritisi dominannya JAICA dalam rencana proyek ini.
Selain itu, lembaga ini menilai proyek ini lebih menguntungkan negara Jepang. Ini terkait dengan lokasi Cilamaya di Karawang yang dekat dengan pabrik industri otomotif di sana.