REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) berpendapat tidak melanggar aturan. Terutama, berkaitan dengan asas penutupan sebuah situs internet. Diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) telah menetapkan bahwa penutupan sebuah situs harus melalui keputusan pengadilan.
Direktur E-Business Kemenkominfo, Azhar Hasyim mengatakan, apa yang dilakukan Kemenkominfo terhadap ke-19 situs yang diblokir, bukanlah pelanggaran. Sebab, lanjut Azhar, itu hanyalah upaya preventif dari pemerintah untuk melindungi masyarakat pengakses informasi. Dengan begitu, menurut dia, Kemenkominfo tidak bertentangan dengan putusan MK tersebut.
“Ini tindakan pencegahan, bukan penindakan hukum. Jadi supaya masyarakat tidak mendapat akses terhadap konten-konten yang dianggap negatif,” kata Azhar Hasyim di Kantor Pusat Kemkominfo, Jakarta, Rabu (1/4).
Apalagi, lanjut Azhar, Kemenkominfo pun memberikan ruang bagi pihak-pihak pengelola situs yang diblokir untuk membuka kembali aksesnya. Ini dengan catatan, pengelola itu bersedia mengubah dan meniadakan konten-konten yang dinilai merugikan.
"Kalau situs itu sudah tidak memiliki konten negatif, maka dibuka kembali," kata dia.
Terkait ke-19 situs yang diblokir lantaran usulan dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Azhar menyebut pihaknya tidak melakukan kajian. Sebab, kajian langsung terhadap ke-19 situs itu diyakini sudah dilakukan oleh BNPT, sebagai lembaga negara yang mengurus penanggulangan terorisme. Namun, lanjut Azhar, BNPT sendiri tidak memerinci di mana letak radikalisme ke-19 situs ini.
"Dalam suratnya (BNPT) tidak menjelaskan apa isi situs-situs itu. Hanya ini diminta ditutup karena berisi paham radikalisme. Enggak ada screen shot konten," jelas dia.