REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Pencabutan status kewarganegaraan sebagai upaya menangani radikalisasi dan anti terorisme sudah banyak dilakukan di beberapa negara. Menurut pengamat terorisme dan intelijen Margidu Wowiek Prasantyo, hal itu harus diikuti pula oleh Indonesia.
"Ada 4.300 warga Eropa Barat yang joint ISIS dan langsung dicopot kewarganegaraannya masing-masing. Itu di Indonesia juga harus menerapkan seperti itu," kata Margidu kepada ROL, Rabu (1/4).
Menurutnya, di negara lain sudah jauh lebih tegas untuk menangani masalah perkembangan terorisme termasuk ISIS. Ada lebih dari 100 negara yang sudah menerapkan undang-undang untuk mengatur itu semua.
Warga negara yang ditangkap karena ikut dalam latihan militer organisasi radikal akan dikenai sanksi 10 tahun penjara. Sementara itu, kata dia, untuk mereka yang diketahui berperan aktif atas nama negara lain maka langsung dicopot status kewarganegaraannya.
Sebagai contoh di Inggris ada 200 warganya yang bergabung dengan ISIS. Oleh pemerintah status kewarganegaraan mereka langsung dicabut. Begitu pula dengan kebanyakan negara-negara Eropa Barat lainnya.
Di Indonesia belum ada undang-undang yang bisa mengatur itu semua. Selagi belum diputuskan maka bisa dilakukan upaya by choice yaitu dengan memberikan penawaran kepada WNI yang ikut ISIS untuk tetap bergabung atau kembali ke Indonesia. Jika ingin tetap di sana maka sudah sepantasnya kewarganegaraannya dicabut.
"Tidak perlu dipaksa-paksa untuk ke sini, karena memang keinginan mereka untuk berada disana," ujar dia.