REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, Rabu sore, bergerak menguat sebesar 97 poin menjadi Rp12.976 dibandingkan sebelumnya di posisi Rp13.073 per dolar AS.
"Data inflasi Maret 2015 yang lebih rendah dari perkiraan pelaku pasaruang menjadi salah satu penopang bagi kenaikan mata uang rupiah terhadap dolar AS," ujar Analis Pasar Uang Bank Mandiri, Rully Arya Wisnubroto di Jakarta.
Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan bahwa pada Maret 2015 tercatat inflasi sebesar 0,17 persen, setelah sebelumnya pada Januari dan Februari mengalami deflasi.
Kendati demikian, lanjut Rully Arya Wisnubroto, kenaikan rupiah masih bersifat jangka pendek menyusul akan dirilisnya data tenaga kerja Amerika Serikat pada akhir pekan ini. Jika data AS itu mengalami peningkatan maka dolar AS berpotensi kembali bergerak menguat.
"Situasi itu bisa berdampak negatif bagi rupiah karena data AS itu merupakan salah satu indikator bagi bank sentral AS (the Fed) untuk menaikan suku bunganya," katanya.
Sementara itu, Kepala Riset Monex Investindo Futures Ariston Tjendra mengatakan bahwa sentimen eksternal terkait dengan data Tiongkok pada sektor manufaktur di bulan Maret yang meningkat meredam permintaan mata uang dolar AS sebagai aset "safe haven".
Ia menambahkan bahwa saat ini pelaku pasar juga cenderung "wait and see" menanti data tenaga kerja AS yang akan dirilis Automatic Data Processing (ADP), yang biasanya dijadikan acuan untuk data tenaga kerja yang akan dirilis pemerintah AS pada akhir pekan ini.
"Untuk sementara waktu, penguatan dolar AS terhenti terhadap mata uang utama dunia," katanya.
Sementara itu, kurs tengah Bank Indonesia pada Rabu (1/4) ini tercatat mata uang rupiah bergerak menguat menjadi Rp13.043 dibandingkan hari sebelumnya, Selasa (31/3) di posisi Rp13.084 per dolar AS.