REPUBLIKA.CO.ID, LOMBOK -- Penerapan sistem Ahlul Halli wal Aqdi sebagai metode dalam pemilihan Rais ‘Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PB NU) menjadi satu bahasan utama pra muktaran NU di Lombok, Kamis (9/4). Bahasan ini merupakan lanjutan bahasan Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama dan Konferensi Besar (Konbes) Nahdlatul Ulama, yang dilaksanakan di Cirebon dan Jakarta beberapa waktu yang lalu.
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH. Said Aqil Siroj, dalam sambutannya mendukung diterapkannya sistem Ahlul Halli wal Aqdi sebagai metode dalam pemilihan Rais ‘Aam. Dijelaskannya, Ahlul Halli wal Aqdi yang berlandaskan musyawarah mufakat lebih tepat digunakan, dibandingkan sistem pemilihan langsung yang terkesan mengadu secara terbuka antar ulama kandidat Rais ‘Aam.
“Kalau pilihan langsung nanti akan ada black campaign, antar pendukung saling menjelekkan kandidat yang didukungnya. Ini kandidatnya kiai, kesannya kok tidak etis kita saling menjelekkan satu kiai dengan kiai lainnya,” urai Kiai Said.
Secara terpisah, Lilis Nurul Husna, Sekretaris Komisi Organisasi Panitia Muktamar NU ke-33, mengatakan Pra Muktamar di NTB dilaksanakan dengan tema “Penguatan NU melalui Sistem Ahlul Halli wal Aqdi”.
“Kami bagi acara dalam beberapa sesi. Setelah pembukaan akan disusul dengan seminar, dan malam nanti akan diisi dengan diskusi,” kata Lilis di lokasi acara.
Melalui seminar dan diskusi membahas Ahlul Halli wal Aqdi tersebut, Lilis menambahkan, Panitia Muktamar bermaksud menghimpun saran dan masukan dari kepengurusan NU di tingkat cabang dan wilayah yang menjadi peserta acara.
“Dari saran dan masukan itu akan dirumuskan hasil, bagaimana sistem Ahlul Halli wal Aqdi ini diterapkan di Muktamar nanti,” tambahnya.